Mengedukasi anak tentang efek buruk sampah, bisakah menjadi penebus dosa ketidakdisiplinan kita dalam menyikapi sampah?Â
Pemberitaan banjir kini memenuhi mata dan telinga. Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar banjir adalah manifestasi efek buruk sampah yang dibuang sembarangan.
Sungguh, tidak dapat terbayangkan bagaimana repotnya ketika genangan air kotor masuk ke rumah dan kita harus "bergaul" dengan genangan itu dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Basah, gatal, bahkan jijik dan tidak nyaman tinggal. Bagi orang yang kurang bersabar, barang tentu keluh kesah adalah makanan sehari-hari.
Semoga banjir yang kini melanda di berbagai belahan bumi Indonesia lekas surut dan tidak terus memakan korban jiwa.
Efek buruk sampah yang hari ini terasa tentu tidak serta merta terjadi begitu saja. Semua adalah akibat dari ketidakdisiplinan manusia yang mementingkan ego dan bertindak seenak hati mereka.
Membuang sampah sembarangan dan membiarkannya berserakan lalu tersapu air hujan dan akhirnya memenuhi saluran-saluran air. Sumbatan pun tidak dapat dihindari, akhirnya air meluap dan memasuki pemukiman. Merangsek ke rumah tanpa mengetuk pintu lebih dahulu. Membasahi perabotan, menyita kenyamanan pemilik rumah.
Jalan-jalan lumpuh, aktivitas ekonomi dan pendidikan terganggu, berbagai penyakit pun menjangkit. Mau berobat susah, makan jadi tidak berselera. Serta banyak lagi akibat yang ditimbulkan oleh ketidakdisiplinan dalam penanganan sampah.
Kita yang sudah terbiasa disiplin dalam mengelola dan membuang sampah pun rasanya ikut berdosa besar karena belum berhasil menularkan habit yang baik tentang sampah. Berdosa karena belum bisa menyadarkan mereka yang masih bersikeras dengan egonya.
Kita ikut berdosa karena mungkin keluarga kita sendiri pun masih ada yang "bandel" dan sering lupa bahwa betapa pentingnya mendisiplinkan diri soal sampah.