Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebuah Memo dan Pentingnya Menjunjung Etika

26 Mei 2020   18:08 Diperbarui: 26 Mei 2020   18:12 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang hari saya tidak sengaja tertidur karena sejak malam menahan rasa sakit di lambung. Kurang istirahat di malam hari membuat rasa kantuk yang tidak tertahankan di siang hari. Rasa mual dan pusing saat asam lambung naik pun membuat saya ingin segera rebahan dan beristirahat. Setelah meminta izin kepada anak saya untuk sejenak istirahat, saya pun pergi ke kamar. 

"Boleh, Bunda. Tidur aja," ujar putraku yang saat itu sedang bermain dengan temannya, anak tetangga sebelah. 

Karena menahan rasa sakit, saya tidak lantas langsung tertidur. Sesekali masih memeriksa ponsel dan membaca beberapa chat di gup whatapp yang saya anggap penting untuk disimak agar tidak ketinggalan informasi. Tidak terasa, akhirnya saya tertidur pulas dengan ponsel yang tergeletak sembarangan di sebelah. 

Tidak lebih dari dua jam, saya pun terbangun kembali dalam keadaan masih pusing dan mual. Azan Zuhur membangunkan dan memaksaku terjaga. Saya pun mencari kaca mata yang biasa dilepas ketika tidur. Tangan saya mencari keberadaan kacamata, tetapi saya malah menemukan sebuah kertas. Saya terbangun, duduk dan melanjutkan mencari kacamata yang keberadaannya sudah bergeser jauh dari tempat saya simpan sebelumnya. 

Saya pun mengambil air wudu dan melaksanakan salat Zuhur. Setelah solat saya mencari ponsel dan baru menyadari bahwa ponsel saya tidak pada temmpatnya. Saya pun berteriak memanggil anak, yang sedang bermain di teras.

Tidak lama kemudian anak kecil itu muncul di hadapan, dengan ponsel di tangannya. 

"Kenapa ambil ponsel Unda, gak izin?" tanya saya. Dia tentunduk lesu, merasa bersalah. Sejak dulu, telah menjadi kebiasaan kalau hendak mengambil/menggunakan sesuatu harus meminta izin terlebih dahulu. Bukan karena aturan yang terlalu ketat, tetapi etika harus tetap dibiasakan. 

Saya mengulangi pertanyaan, "Kenapa tidak izin Unda?" dengan nada kesal. "Bukankah Unda sudah bilang, kalau apa-apa harus atas izin yang punya," ujarku kesal. 

Dengan ragu-ragu anak kecil itu pun menjawab, "Aku sudah izin Unda." 

Mendengar jawaban itu aku tercengang, kapan anak itu meminta izin?

"Tadi Unda sedang tidur, jadi aku buatkan surat, dan disimpan dekat kacamata Unda. Aku tahu, kalau Unda bangun, yang pertama kali dicari adalah kacamata," jawabnya polos. "Aku gak mau ganggu Unda, kasihan sedang istirahat," ujarnya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun