Sejak tahun 1990an, Jakarta mulai akrab dengan kemacetan. Pertumbuhan kendaraan tidak diimbangi oleh pertumbuhan jalan. Belum ada satu solusipun yang ditemukan pemda DKI untuk mengatasi masalah ini. Sementara proses untuk mendapatkan kendaraan semakin mudah dan murah. Hanya dengan bermodal KTP dan KK, dalam hitungan menit, proses akad kredit pun selesai. Hebatnya lagi, sanggup beli mobil walau dengan cicilan, tapi tak sanggup menyiapkan garasinya. Maka jadilah jalanan beralih fungsi juga sebagai tempat parkir. Tentu saja ini menambah parahnya kemacetan.
Mendapat inspirasi dari angkutan Mas Rapit Transit dari Colombia. Sutiyoso, saat jadi gubernur Jakarta, memperkenalkan bus Transjakarta, yang lebih familiar disebut oleh warga Jakarta dengan sebutan Busway. Pada awalnya, banyak protes yang dilakukan oleh pemilik kendaraan pribadi, karena kenyamanan mereka tergerus disebabkan dipakainya satu jalur jalan khusus buat busway. Â
Kehadiran busway yang cukup membantu masalah transportasi umum kota Jakarta itu, sayangnya tidak sepenuhnya ditunjang dengan pengaturan yang ketat agar jalur busway ini benar-benar steril dari kendaraan pribadi. Namun dengan semakin baiknya pelayanan dan armada yang layak jalan, apalagi dengan semakin luasnya jangkauan pelayanan hingga mencapai Bekasi dan Tangerang, dengan satu tarif yang murah meriah, busway ini semakin diminati.
Seperta ditulis di awal, peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor, tetap saja membuat Jakarta dan kota satelitnya seperti Bekasi, Tangerang, dan Depok semakin macet. Â Walau kehadiran bus Transjakarta sudah dirasakan manfaatnya. 0
Seperti terlihat pada grafik di bawah ini, Â bagaimana kendaraan dari luar Jakarta, "menyerbu" ibukota negara ini setiap hari. Dari arah Cikampek dan Jagorawi, 996.000 berbagai jenis kendaraan besar kecil, berbaris menuju Jakarta atau 69 persen dari total. Hal ini tergambar dengan jelas di sudut kanan atas grafis berwarna cuklat dan kuning.
Berwarna biru di sudut kanan bawah, Bekasi menyumbang 571.000 berbagai jenis kendaraan menuju Jakarta setiap hari, atau 38 persen. Dari arah Barat grafis berwarna hijau, Tangerang "menyumbang" 432.000 kendaraan, atau 31 persen. Bogor dan Depok ikut "berpartisipasi" dengan  425.000 kendaraan atau 31 persen, kurang sedikit dari  Tangerang.
Kondisi inilah yang menjadi pertimbangan pemerintah, untuk membangun LRT.
Mulai dari pembangunan MRT dengan jalur utama Lebak Bulus - Bundaran HI, yang rencananya akan diteruskan ke arah Kampung Bandan, Jakarta Kota. Kemudian disusul proyek monorail yang berakhir dengan kegagalan. Lalu terakhir, proyek LRT.
Dari garis besar desain jalur LRT yang terdiri dari beberapa fase pembangunannya. Kelihatan  dari arah tenggara berawal dari Cibubur lalu ke Cawang. Dari arah Bekasi Timur, bersisian dengan jalan tol, kemudian juga berakhir di Cawang. Di dalam kota sendiri, jalur LRT itu berawal dari Cawang, lalu di Kuningan belok kanan melalui jalan Rasuna Said dan berakhir  di Dukuh Atas. Satu sesi lagi yang saat ini juga dikebut pengerjaannya adalah sesi utara,  yang berawal dari Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Timur, hingga ke Stasium Velodrom, Rawamangun.