Mohon tunggu...
Dian Kelana
Dian Kelana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana kehilangan arah

www.diankelana.web.id | www.diankelanaphotography.com | www.diankelana.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saya Tak Percaya dengan Mitos Berdagang ini!

28 April 2018   11:50 Diperbarui: 30 April 2018   12:17 2814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini saya angkat dari status saya di FB. Karena terlalu panjang bila ditulis di sana, maka saya menuliskannya kembali di sini dengan beberapa tambahan.

Awal tahun 70-an saya tinggal di Padang. Selepas 4 tahun magang di Harian Haluan, saya keluar. Ada kisah lucu juga yang menyebabkan saya keluar dari sana yang bisa juga jadi sebuah artikel, hehehe.... Ada beberapa pekerjaan yang saya lakoni sekeluarnya saya dari Haluan. Salah satu di antaranya ikut teman berdagang di Pasar Raya Padang. 

Nah, saat belajar dagang dengan teman itu, ada satu pantangan yang ditanamkan kepada saya: Jangan pernah memperutangkan dagangan apalagi menggratiskannya saat kita baru buka warung dan belum dapat penglaris. Gilanya lagi, kalau ada teman yang menukarkan uang kecil pun tidak boleh!

Dalam perjalanan selama ikut teman itu, saya sempat mengamalkan ajaran tersebut dalam beberapa kesempatan, walau dalam hati tak yakin, tapi agar tak melanggar pantangan yang diajarkannya terpaksa diikuti juga. Walau dalam hati sebenarnya ada perang batin...

Pindah ke Jakarta ajaran ini mulai tergerus, seperti yang terjadi pagi beberapa hari yang lalu pas buka studio ada yang datang mau nyetak foto. Teman yang suka bantu-bantu di studio menerima order dan menyerahkannya kepada saya untuk diedit dan dicetak. Setelah selesai sang tamu langsung jalan, rupanya dia teman dari teman yang menerima order tadi dan menggratiskan order pertama studio pagi tadi. 

Saat itu saya teringat pantangan yang ditanamkan teman kepada saya puluhan tahun lalu itu. Walau yang melakukannya bukan saya, tapi yang mengerjakan ordernya saya, tetap saja pantangan itu hadir dan teringat kembali. Lalu apa yang saya lakukan?

Saya tidak melakukan apa-apa, karena sebuah renungan mengingatkan saya. Bersedekahlah kamu di saat miskin, karena justru sedekah yang seperti itulah yang nilainya lebih baik buat kamu. Sayapun membatin, semoga hal itu menjadi amalan dan pupuk bagi studio tempat saya membantu teman ini.

Beberapa waktu kemudian, saat anggota lain sudah hadir di studio, saya lalu pergi sarapan. Di warung langganan saya bertemu tetangga yang baru saja menyelesaikan sarapan paginya, setelah kami bertegur sapa, say apun lalu sarapan dan tetangga tadi pulang.

Selesai makan dan saat akan membayar sarapan, pemilik warung mengatakan bahwa sarapan saya sudah dibayar oleh tetangga yang sudah duluan pulang tadi. Suatu kebetulan yang tak terduga juga adalah harga sarapan saya pun persis seharga foto yang saya kerjakan di studio tadi!

Dalam perjalanan kembali ke studio, sebuah kesadaran datang ke relung hati, sayalah yang harus membayar order tadi pagi itu. Karena Allah telah mengirimkan pembayarannya melalui tetangga tadi, dan saya tak berhak memakannya. 

Sampai di studio saya membayar foto yang digratiskan teman tadi. Saya ingat sebuah kata bijak; perdagangan yang tak pernah mengalami kerugian adalah saat kita berdagang dengan Allah, walau yang ditabur hanya sebesar zarrah...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun