Mohon tunggu...
dian equanti
dian equanti Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Geografi

Menggemari isu Lingkungan, dan Kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menabung Hujan Memanen Manfaat, Namun Layakkah Dikonsumsi?

8 Januari 2021   12:57 Diperbarui: 9 Januari 2021   01:57 1404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menampung Air Hujanhttps://www.teropongsenayan.com

Air hujan bagaikan lambang kemurnian air hakiki bagi warga Kalimantan. Mendengar air hujan, yang ada dalam bayangan kami yang lahir hingga dewasa di Kalimantan Barat perkotaan ini adalah bersih dan jernih.

Kami menggunakan air hujan sebagai standar untuk membandingkan kejernihan air dari sungai, air ledeng, atau air sumur bawah tanah dengan ungkapan, "bening seperti air hujan".

Kecintaan pada air hujan yang cenderung mengarah pada fanatisme ini muncul dalam klaim, air isi ulang rasanya hambar, kopi yang diseduh air galon isi ulang tidak senikmat seduhan air hujan. Ada-ada saja.

Dalam tradisi turun-temurun, penduduk Kalimantan menampung air hujan dalam tempayan-tempayan yang besar.

Lambat laun tempayan yang terbuat dari cor semen mulai digantikan dengan drum stainless steel atau plastik, fungsi utama menampung air hujan tetap menjadi tujuan utama. Air hujan menjadi sumber air bersih, terutama untuk keperluan konsumsi memasak dan air minum.

Kebiasaan ini yang membuat teman-teman saya di Pulau Jawa perkotaan bergidik ngeri. Ternyata, saat saya sempat beberapa tahun tinggal di Pulau Jawa, tepatnya Yogyakarta dan Solo, setelah saya amati air hujan yang ditampung memang sungguh tak layak pakai. Kotor kehitaman.

Air hujan yang tertampung dalam ember ketika itu langsung saya buang. Bahkan untuk mencuci baju dengan air hujan itu pun tak bakalan saya sudi.

Di Jawa, saya mengikuti kebiasaan masyarakat menggunakan air ledeng PDAM untuk mencuci, memasak dari air tanah yang dipompa melalui sumur bor, dan minum air isi ulang.

Kembali ke Pontianak, saya kembali minum air hujan. Kami sebenarnya belum pernah memeriksakan kualitas air hujan yang digunakan sebagai sumber baku air minum ke laboratorium.

Pada umumnya kita menggunakan indera penglihatan, penciuman dan pengecap untuk menilai kelayakan air untuk keperluan konsumsi. Secara sederhana, air dikatakan baik kualitasnya jika tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun