Mohon tunggu...
dian equanti
dian equanti Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Geografi

Menggemari isu Lingkungan, dan Kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sertifikasi Dosen. Deskripsi Diri versus Fakta Aktual Diri

6 Oktober 2017   14:51 Diperbarui: 22 Oktober 2017   16:34 2292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/standar-layanan-REV-VIII-JUNI-27062016-FA-03-1.jpg

Seminggu lalu saya disibukkan urusan pencitraan diri. Sebagaimana profesi lain, dosen pun harus memiliki sertifikasi. Melalui mekanisme sertifikasi ini dosen tercatat dalam pusat data dikti. Mulai dari profil, riwayat pendidikan, riwayat penelitian, dan pengabdian masyarakat yang pernah dilakukan.  

Sebelum menuju sertifikasi ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dosen. Diantaranya sudah memiliki jabatan fungsional minimal asisten ahli. 

Saat diajukan sebagai dosen, ada dua uji kompetensi yang wajib diikuti, yaitu kompetensi akademik dan Bahasa Inggris. Saya tak bermaksud memberi tips cerdas lulus sertifikasi dosen. Apalagi sebagian besar dosen pastilah mereka yang minimal menyelesaikan pendidikan Strata 2, sehingga sudah akrab dengan tes serupa sejak kuliah dulu. 

Dari seluruh proses sertifikasi dosen ini,saya memiliki cara pandang baru tentang profesi dosen. Secara pribadi saya  saya tidak mengira akan terjun ke dunia akademis.  Praktis hampir sepanjang hidup saya akan dihabiskan di lembaga pendidikan.  Ada beberapa teman yang menjadikan profesi ini dermaga persinggahan, ada pula yang menjadikannya rumah pengabdian setelah puas berkelana dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain. 

Sebagai dosen muda, dengan NIDN yang baru resmi 2 tahun ini diperoleh,  saya tak menyangka ada begitu banyak norma ideal yang diharapkan dari seorang dosen.  Tidak seideal itu, sampai saat saya harus mengisi deskripsi diri sebagai bahan pertimbangan serdos. 

Singkatnya deskripsi diri adalah pernyataan tentang siapa Anda, contoh nyata dari sikap Anda, dan apa yang pernah Anda lakukan selaku dosen.  Ada 24 item yang harus Anda gambarkan melalui tulisan sepanjang minimal 150 kata masing-masingnya. Tidak ada yang terlalu sulit sebenarnya dibanding sulitnya berkompetisi memperoleh pembiayaan penelitian bergengsi.  Hal yang berat justru pertanyaan yang seolah mengetuk sisi jujur nurani. 

Di awal artikel ini saya menyebut proses sertifikasi dosen adalah pencitraan diri.  Bagaimana tidak jika apa yang pernah dilakukan harus dikemukakan. Bahkan sampai ke dampak perubahan yang dihasilkan. Apanya yang bukan pencitraan jika contoh nyata kedisiplinan, keteladanan, keterbukaan terhadap kritik kita jabarkan. Wah, ini kan repot. Bukankah orang lain yang dapat menilai apakah kita sudah dispilin, sudah menunjukkan teladan, atau adakah mahasiswa yang beranggapan bahwa dosennya adalah orang yang terbuka terhadap kritik. 

Memang ada nilai persepsional yang diisi oleh rekan sejawat, pimpinan dan beberapa orang mahasiswa. Tapi konon Deskripsi Diri ini yang menjadi penilaian penentu. Banyak mereka yang gagal dalam penulisan ini. Di awal bekerja, pikiran saya sederhana saja. Oke, saya mengajar lulusan SMA. Mereka usia dewasa. Di tahun-tahun pertama dulu, beberapa mahasiswa bahkan sepantar usia dengan saya. Oke, berikan materi, jelaskan, evaluasi. Beres. 

Dalam deskripsi diri serdos saya melihat ada begitu banyak nilai ideal yang disematkan kepada Dosen. Sambil memikirkan pilihan kata yang akan memukau asesor, saya berpikir apa saya harus sedemikian ideal yang saya tuliskan. Dengan riwayat penelitian minim, bagaimana menggambarkan diri saya ini konsisten dalam pengembangan keilmuan. Bagaimana masalah keteguhan pada prinsip saya jabarkan. Apakah pengabdian pada masyarakat yang saya lakukan benar-benar berdampak pada perubahan perilaku masyarakat. Bisa jadi hanya upaya memenuhi Tri Dharma Perguruan Tinggi yang berakhir ke konversi nilai kumulatif. 

Bagian DD ini juga mengungkap kontribusi Anda pada pengelolaan institusi.  Bisa jadi sebagai yang muda ada begitu banyak perubahan yang kita inginkan dalam sistem pengelolaan, maupun dalam pembuatan suasana akademik. Sementara pengendali institusi yang diisi pejabat "anak kandung" alumni sendiri sudah mapan dalam status quo, sulit menerima inovasi. Apa yang hendak dikisahkan?

Seorang rekan yang berhasil lolos Sertifikasi Dosen mengatakan, agar tak perlu ragu mengungkapkan kontribusi Anda bagi lembaga. Dengan pengemasan bahasa yang tertata, kita bahkan dimungkinkan untuk menyatakan ketidakpuasan pada Perguruan Tinggi tempat kita menanamkan NIDN. Te tukita pun perlu mengapresiasi pada dukungan institusi yang diberikan.  Ini karena dia juga menuliskannya dalam Deskripsi Diri, dan berhasil lolos. Yakinlah pada kemampuan Anda dan jati diri sendiri sebagai Dosen. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun