"Engkaulah busur, dan anak-anakmu adalah anak panah yang meluncur"
Sebaris puisi karya Khalil Gibran inilah yang membangunkan saya untuk kembali menulis tentang indahnya dunia anak-anak.
Saya bahkan tidak tahu dari mana datangnya kemampuan saya untuk menggali lebih dalam tentang anak-anak. Namun cinta ini tumbuh begitu saja dalam diri saya sejak dulu saat saya melihat canda dan tawa anak-anak yang sedang bermain.
Senyum mereka seakan menghiasi dunia. Tawa mereka tak akan pernah hilang dari ingatan saya untuk bisa menawarkan ketulusan mereka agar saya bisa belajar banyak dari mereka.
Anak-anak. Kehidupan sederhana. Kehidupan yang hanya tahu apa yang di depan mereka untuk mereka jalani. Tidak perlu banyak berpikir rumit dalam menjalani hidup. Hanya dijalani saja.
Mereka bertumbuh seiring dengan ajaran lingkungan baik dalam keluarga lingkungan sekolah, lingkungan rumah, komunitas mereka sehari-hari. Inilah yang membantu mereka untuk semakin hari memahami dunia ini.
Kita orang dewasa, yang ada di sekitar mereka. Kita orang tua yang menjadi bagian dari lingkungan mereka. Kitalah yang menjadi bagian dari senyum dan tangis mereka. Kitalah yang menjadikan mereka hadir di muka bumi ini.
Namun apakah kita yang berhak untuk menentukan siapa anak-anak itu? Siapa mereka bagi dunia ini? Jawabannya jelas bukan. Bukan kita penentunya.
Sungguh benarlah seorang Khalil Gibran berkata bahwa, "engkau boleh ingin menyerupai mereka, tetapi jangan membuat mereka menyerupaimu."
Sebab jiwa anak-anak bukanlah milik kita, setiap jiwa manusia adalah milik Sang Pencipta.