Mohon tunggu...
Diah Erna
Diah Erna Mohon Tunggu... Guru - penulis lugu

menulis itu menyegarkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah, Pandemi Covid-19, dan Kantin

28 Maret 2020   22:09 Diperbarui: 29 Maret 2020   05:56 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Bangku kosong sekolah. (sumber: KOMPAS/DIDE SW)

Ada lagi celoteh anak lelaki, kangen bermain sepakbola, Bu. Bagaimana tidak? Biasanya jam istirahat, ada longgar waktu, bahkan bolos pelajaran mereka gunakan untuk bermain sepakbola. Bahkan, saya ke luar sebentar untuk berbelanja tidak pernah sekalipun saya bertemu anak-anak. Mereka benar-benar menerapkan social distancing. 

Social distancing adalah mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain, mengurangi kontak tatap muka langsung. 

Langkah ini termasuk menghindari pergi ke tempat-tempat yang ramai dikunjungi, seperti supermarket, bioskop, dan stadion. Bila seseorang dalam kondisi yang mengharuskannya berada di tempat umum, setidaknya perlu menjaga jarak sekitar 1,5 meter dari orang lain.

Bahkan, ketika diunggah jadwal Ujian Sekolah mereka dengan antusias sudah mengatakan Yes, masuk sekolah. Saya yakin ketika saya beri tahu bahwa ujian dilaksanakan secara daring mereka kecewa. 

Bukan karena apa-apa, tetapi kerinduan mereka untuk ke sekolah. Meskipun dalam candaan, mereka ternyata memikirkan nasib sekolah. Bu, meja-mejanya pasti berdebu, belum lagi daun beringin pasti sudah numpuk ya, apa pak Munir juga masih masuk? Ayo, ke sekolah kerja bakti! Ingat, jaraknya satu meter ya. Begitulah komentar anak-anak.

Bagaimana kerinduan kalian dengan para guru? Ternyata, ada di urutan yang ke-sekian. Yang mereka rindukan adalah omelan bapak ibu guru ketika mereka membuat sedikit kenakalan, katanya. 

Padahal, sang guru sudah rindu berat. Ternyata, rindu itu bertepuk sebelah tangan. Biasanya kelakar saya itu akan disahut huuuuuu seluruh kelas, tetapi kini hanya emoticon. Rindu itu memang berat, ya.

Belum lagi saya harus menjadi guru di rumah, ada si kakak yang SD dan adik yang TK. Keduanya wajib mengirimkan video yang sudah terjadwal. Beruntung di rumah ada wifi. Bagaimana dengan anak-anakku lainnya? Tentu mereka sering kehabisan kuota, katanya. 

Suatu hari anak saya, Si adik sampai memohon kepada ayahnya seluncuran dan ayunan. Ayo, Yah buatin seluncuran. Sekolahku dikunci sama Bu Guru tidak boleh ke sekolah karena ada corona. 

Ya, anak-anak merindukan bermain, berinteraksi secara langsung. Kita baru menyadari bahwa keberadaan orang lain di sekitar kita sangat penting, bahkan orang yang kita anggap nggak penting pun sekarang menjadi sedemikian kita rindukan. Ternyata, selama ini kita angkuh, terlalu berkutat dengan dunia maya. 

Dan Allah telah mengingatkan kita melalui corona bahwa hubungan sosial itu sangat penting. Silaturahmi itu meluaskan rezeki. Ternyata, dunia maya itu benar-benar maya, kenikmatan hanya sementara. Ya, ada banyak hikmah dari setiap musibah agar kita lebih beriman kepada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun