Mohon tunggu...
Dhiva Virdana
Dhiva Virdana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salah Satu Madzab dalam Ekonomi Islam

20 November 2017   21:20 Diperbarui: 20 November 2017   22:05 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MADZAB MAINSTREAM

Madzab mainstreammemiliki anggapan bahwa perbedaan utama antara ilmu ekonomi konvensional dengan ekonomi islam adalah dalam hal cara mencapai tujuan. Mereka menyetujui pandangan konvensional bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya keterbatasan sumber daya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Jadi pandangan mereka berbeda dengan pandangan madzab Baqir as-Sadr. Menurut mereka, secara parsialatau local sangat mungkin terjadikelangkaan sumber daya ekonomi, meskipun secara keseluruhan (alam semesta) terjadi keseimbangan. Misalnya, di Afganista atau di Irak terjadi kekurangan sumber daya ekonomi. Di sisi lain, manusia pada dasarnya memiliki keinginan yang tidak terbatas. Justru dengan ajaran Islamlah kemudian manusia dituntut untuk mengendalikan keinginanya, sebab jika keinginan lepas kendali maka akan me yengsarakan kehidupasn manusia itu sendiri.

Dengan tetap memberikan pandangan kristis terhadap aspek-aspek normative dalam ilmu ekonomi, madzhab mainstream memfokuskan kepada cara mengola sumber daya yang terbatas dan keinginan yang tidak terbatas tersebut. Jika kapitalisme memecahkan permasalahan ekonomi dengan market mechanism dan sosialisme menggunakan centralized planning, maka ekonomi islam menggunakan cara yang ditentukan dalam al-Qur'an, Hadits dan praktik-praktik ekonomi islam pada masa kejayaan islam.

Sesuai dengan namanya, maka mazhab pemikiran ekonomi islam ini mendominasi khasanah pemikiran ekonomi islam di seluruh dunia. Meluasnya madzab ini dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

  • Secara umum pemikiran mereka relative dengan moderat jika dibandikan dengan mazhab lainnya sehingga lebih mudah diterima masyarakat.
  • Ide-ide mereka banyak ditampilkan dengan cara-cara ekonomi konvensional, misalnya menggunakan ekonomi modeling dan quantitative methods sehingga mudah dipahami oleh masyarakat luas. Sebenarnya hal ini tidak menherankan, sebab para pendukung madzab ini kebanyakan memiliki latar belakang pendidikan ekonomi konvensional, disamping penguasan ilmu keislaman yang memadai. Banyak di antara mereka telah menempuh pendidikan dengan jenjang yang tinngi dan tetapberaktivitas ilmiah di Negara-nrgara barat, misalnya Umar Chapra, Muhammad Nejatullah Shiddiqi dan Muhammad Abdul Mannnan.
  • Kebanyakan tokoh merupakan staf, peneliti, penasehat, atau setidaknya memiliki jaringan erat dengan lembaga-lembaga regional atau internasional yang telah mapan seperti Islamic. Development Bank (IDB), Internasional institute of Islamic thought (III T), Islamic research and Training Institute (IRTI). Dan Islamic fondaction pada beberapa universitas maju. Lembaga-lembaga ini memiliki jaringan kerja yang luas didukung dengan pendanaan yang memadai, sehingga dapat mensosialisasikan gagasan ekonomi islam dapat dengan cara diimplementasikan dalam kebijakan ekonomi yang nyata sebagaimana yang dilakukan oleh IDB dalam membantu pembangunan di Negara-negara muslim.
  • Selain itu madzab mainstream, yang banyak dipelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Islamic development bank (IDB). Antara lain M Umar Chapra, M.A Mannan, Nejatullah Shidiqi, Khursid Ahmad, Muzaer Khaf dan sebagainya, mengakui adanya scarcity yang mendasari terbentuknya ilmu ekonomi. Karena sebagian tokoh aliran madzab mainstream alumni dari berbagai perguruan tinggi Amerika dan Eropa, maka mereka dapat menjelaskan fenomena ekonomi dalam bentuk-bentuk ekonomi dengan pendekatan ekonometri. Dengan demikian berbeda dengan madzab pertama yang menolak ekonomi konvensional, madzab ini lebih banyak meminjam teori-teori ekonomi konvensional.
  • Keterbatasan sumber daya memang ada, bahkan diakui pula oleh Islam.
    Dalil yang dipakai adalah: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS: Al-Baqarah [2]: 155). Sedangkan keinginan manusia yang tidak terbatas dianggap sebagai hal alamiah. Dalilnya: "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)" (QS: At-Takaastur [102]:1-3).
  • Dan sabda Nabi Muhammad Saw, bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua lembah, ia akan meminta tiga lembah, dan begitu seterusnya sampai ia masuk kubur. Pandangan mahzab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi penyebab munculnya masalah ekonomi. Perbedaan madzab mainstream dengan ekonomi konvensional terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut.

Mannan mendefinisikan ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi bagisuatu masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi Islam itu berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi barang serta jasa di dalam kerangka (suatu) masyarakat Islam yang di dalamnya jalan hidup Islam ditegakkan ssepenuhnya. Ekonomi Islam merupakan sebuah studi tentang (masalah-masalah ekonomi dari) setiap individu dalam masyarakat yang memiliki kepercayan terhadap nilai-nilai kehidupan islami, yakni homo Islamicus.dihadapkan pada masalah "kelangkan" bagi Mannan, sama saja artinya dengan kelangkaan dalam ekonomi Barat, pilihan individu terhadap alternatif penggunaan sumber daya saling berbeda, dipengaruhi oleh keyakinannya terhadp nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, menurut Mannan, "yang membedakan sistem ekonomi Islam dari sistem sosio-ekonomi lain adalah sifat motivasional yang mempengaruhi pola, struktur, arah dan komposisi produksi, distribusi, dan komsumsi". Dengan demikian, tugas utama ekonomi Islam adalah "menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi asal-usul permintaan dan penawaran sehingga dimungkinkan untuk mengubah keduanya ke arah distribusi yang lebih adil.[2]

Jadi,ekonomi Islam adalah positif sekaligus normatif, mencakup baik pertanyaan ekonomi 'apa'maupun 'bagaimana seharusnya'. Menurut Mannan, "Ia (ilmu ekonomi) merupakan ilmu yang terpadu serta berorientasi-kapada-nilai yang memiliki pertimbangan nilai sebagai basis bagi seluruh tindakan ekonomi".

Sesuai dengan definisinya, Mannan mengakui bahwa ekonomi Islam hanya terbatas bagi 'manusia Islam' dan sebatas yang diperkenankan untuk kegiatan ekonomi di dalam Islam saja. Namun demikian, ia cepat menambahkan bahwa ekonomi Islam bersifat komprehensif karena tidak merupakan disiplin yang terisolasi. Sebaliknya, ia bersifat multidisipliner karena mengambil pengetahuan dari hal-hal non-ekonomi seperti politik, sosial, etika, dan moral. Lebih jauh, "apa saja yang tidak termaktub di dalam Al-Qur'an dan Sunnah, namun konsisten dengan jiwa keduanya, dapat digolongkan islami". Ia mengutip proposisi yang sering diulang-ulang bahwa Syariah hanya memberikan prinsip-prinsip umum saja, bukan rinciannya, sehingga terjaminlah fleksibilitas, adaptabilitas, dan universalitas Islam.

Sistem ekonomi Islam, menurut Mannnan, "berdiri di atas kakinya sendiri dan menggabungkan semua segi yang baik dari sebuah masyarakat yang sehat dan seimbang". Sayangnya, Mannan tidak berupaya mendefinisikan pernyataannya tersebut dan malah menambah kebingungan dengan menyebut sistem ikutan sebagai 'demokrasi Islam' atau 'sosialisme Islam' didasarkan pada prinsip abadi tentang keadilan sosial, kesamaan serta persaudaraan universal antar manusia. 

Kelmahan Mannan adalah penerimaan serta pergunannya terhadap berbagai istilah tanpa diiringi dengan mendefinisikannya. Pernyataan-pernyataan semacam itulah yang menyebabkan beberapa pengkritik ekonomi Islam membuat generalisasi bahwa ekonomi Islam mewujudkan eklektisisme metodologis, karena berusaha menyenangkan segala lapisan masyarakat untuk mencerminkan orientasinya yang bersifat populis. Sekali pun hal itu dapat saja benar dalam beberapa tulisan tertentu, namun tidaklah mewakili pandangan seluruh ahli ekonomi.

Daftar Pustaka : 

Al-Arif, M. Nur Rianto. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun