Di tengah keindahan dan ketangguhan alam Indonesia, Gunung Rinjani menjadi saksi dari langkah-langkah kaki yang luar biasa. Bagi banyak orang, mendaki puncak Rinjani saja sudah menjadi tantangan besar. Tapi bagi seorang pelari asal Nepal bernama Sange Sherpa, tantangan itu belum cukup. Ia memilih untuk tidak hanya mendaki, tapi berlari menaklukkan medan sepanjang 162 kilometer, dalam ajang Rinjani 100 Ultra-Trail 2025.
Sange Sherpa adalah seorang pelari ultra-trail profesional yang berasal dari Nepal, sebuah negara yang terkenal dengan pegunungan Himalaya dan rumah bagi gunung tertinggi di dunia, Everest. Dengan postur tubuh yang ramping dan stamina luar biasa, ia telah terbiasa dengan medan-medan berat sejak kecil. Nama lengkapnya adalah Sange Sherpa, dan ia telah dikenal sebagai salah satu pelari gunung paling tangguh di Asia.
Dalam perlombaan Rinjani 100 tahun 2025 yang digelar di Lombok, Indonesia, Sange berhasil menyelesaikan kategori terjauh, yaitu 162 km, hanya dalam waktu 41 jam 4 menit 32 detik. Itu adalah pencapaian luar biasa, mengingat elevasi totalnya mencapai 12.300 meter dan batas waktu resmi lomba adalah 55 jam. Ini bukan pertama kalinya Sange berpartisipasi di Rinjani 100. Tahun sebelumnya, ia juga menjadi juara dengan catatan waktu 40 jam 31 menit.
Latar belakangnya yang berasal dari wilayah pegunungan membuat kemampuan fisiknya di atas rata-rata. Tapi prestasinya bukan hanya soal fisik. Ini juga soal mental baja, semangat pantang menyerah, dan kecintaan pada dunia lari.
Sange Sherpa bukan hanya juara di Rinjani 100. Ia adalah sosok pelari yang sudah menjelajahi berbagai ajang ultra-trail di banyak negara. Beberapa bulan sebelum Rinjani, Sange berkompetisi di Ultra Trail Mount Emei di China dan meraih posisi kedua. Ia juga tampil di Amazean Jungle Trail Thailand dan berhasil masuk podium. Dari Asia Tenggara hingga ke pegunungan China, Sange terus menunjukkan konsistensinya.
Di Nepal sendiri, ia dikenal sebagai pelari dengan skor ITRA (International Trail Running Association) yang tinggi, yaitu 833. Itu membuatnya berada di peringkat kedua nasional dan ke-58 di Asia. Bagi Sange, berlari bukan hanya soal lomba. Ia menyebut bahwa ia merasa seperti "berkomunikasi dengan alam" saat berlari. Ia juga mengatakan bahwa jalur Rinjani sangat berat, tapi juga sangat indah---pemandangan sabana, kabut, hingga sunrise dari ketinggian membuatnya merasa terhubung dengan bumi.
Dalam wawancaranya dengan media, Sange sempat mengatakan bahwa dia tidak merasa "bertarung melawan orang lain", tapi justru "menaklukkan dirinya sendiri". Inilah filosofi lari ultra yang membuat banyak pelari seperti Sange tampak begitu tenang dan bijak, meski kaki mereka berlumur lumpur dan tubuh penuh luka.
Menulis tentang Sange Sherpa membuat saya, sebagai mahasiswa yang baru mengenal dunia jurnalisme, merasa kagum. Dari artikel dan berita-berita yang saya baca, saya jadi tahu bahwa lari ultra-trail bukan sekadar olahraga, tapi juga perjalanan batin. Sange Sherpa sudah menunjukkan bahwa dengan konsistensi, mental kuat, dan cinta terhadap alam, manusia bisa melampaui batas-batas yang kita pikir tak mungkin.
Rinjani 100 memang menjadi panggung prestasi Sange Sherpa, tapi sejatinya ia berlari bukan untuk sekadar menang. Ia berlari karena itu adalah bagian dari hidupnya. Dari tanah Nepal hingga ke Lombok, langkah kakinya seolah membawa pesan: bahwa setiap perjuangan yang dijalani dengan sepenuh hati akan menemukan jalannya.
Ajang Rinjani 100 adalah salah satu lomba lari ultra-trail paling bergengsi di Indonesia, bahkan Asia. Lomba ini pertama kali digelar pada tahun 2016 dan sejak saat itu menjadi destinasi favorit para pelari ultra dari berbagai negara. Rute utamanya melintasi kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, yang terkenal dengan medan terjal, jalur sempit, serta pemandangan alam yang luar biasa menakjubkan.