Mohon tunggu...
Syarief Kate
Syarief Kate Mohon Tunggu... Freelancer - Simple dan Senang Berbagi

| Menjadi insan yang bermanfaat bagi yang lain | Penulis Buku : ~Sudut Kota~ ~Biarkan Aku Menulis~ ~Negeri Seribu Alasan~ ~Demokrasi Rasa Kopi~ Founder Home Writing Institute

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Biarkan Aku Menulis dan Mengkritik

2 Januari 2020   08:46 Diperbarui: 2 Januari 2020   08:47 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menulis, menulis dan menulislah. Untuk dapat dikenang dan hidup abadi, maka tidak ada pilihan kecuali menulis. Hos Cokroaminoto pernah berkata, "Bila kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan berbicaralah seperti orator".
Tetapi aku tidak ingin menjadi pemimpin besar. Aku hanya menginginkan perubahan besar dan memberi manfaat kepada lingkungan sekitar.

Sejak berseragam SMA dengan segala keterbatasan, Aku mulai belajar menulis tentang apa saja yang kurasakan. Akan tetapi dalam skala yang sederhana. Kenikmatan menulis belum terasa karena kurangnya wadah berkreasi dan mempublikasikannya ke media.

Aktivitas menulis pun kandas ditengah jalan setamat SMA. Alasan yang paling sederhana meninggalkan dunia tulis menulis karena suramnya masa depan. Meski dalam hati kecil Aku tetap yakin bahwa jadi penulis adalah sesuatu yang menguntungkan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dan melalui tulisan pula seseorang bakal dikenang dan mengukir sejarah peradabannya.

Merangkai kata memang gampang-gampang susah. Diperlukan kombinasi otak kanan dan kiri untuk melahirkan sebuah ide yang cemerlang. Ide cemerlang tidak cukup, akan tetapi diperlukan suatu tekad yang kuat untuk menghasilkan karya yang baik untuk pembaca.

Ketekunan dan kesabaran harus dipegang teguh agar mampu bertahan dalam menuai kritik dan saran. Selain itu, seorang perangkai kata-kata (baca: penulis) harus memiliki ciri khas tersendiri. Tidak mudah untuk menjadi penulis terkenal apalagi menghasilkan karya best seller.

Ketika berstatus mahasiswa dunia kepenulisan kembali Aku geluti. Berbagai tulisan pun telah dimuat di media cetak dan online serta memenangi ajang kepenulisan. Mimpi yang pernah Aku lukiskan dalam kertas putih bertinta hitam sebagian telah terwujud berkat izin dari sang Khalik. Namun,  manusia hanya merencanakan sebab Sang Maha Kuasalah sebaik-baik perencana.

Setelah beberapa kali mencoba keberuntungan ikut lomba diberbagai media cetak dan online serta offline lainnya, akhirnya Aku berhasil meraih Juara I Lomba Citizen Report Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) Kabar Makassar 2015, Juara I  Lomba Menulis Surat Cinta Untuk Mama FULDKIP Nasional UNLAM, Juara II Lomba Essay Nasional Indonesia Siap Sehat 2025 BEM Poltekkes Makassar 2015., Juara II Lomba Menulis Opini Pemuda Dogiyai yang diselenggarakan KNPI Dogiyai-Papua, 2018. Beberapa buku telah terbit yakni Buku Antologi Cerpen 'Dalam Kuasa-Mu', Freedom Of Writing-Biarkan Aku Menulis dan Mengeritik, Negeri Beribu Alasan serta Antologi Puisi Cahaya Keluarga. Dan di tahun 2020 ini akan menelorkan buku dengan judul 'Demokrasi Rasa Kopi'. 

Selain mengimpikan jadi penulis juga bermimpi keliling Indonesia. Alhamdulillah telah berhasil menyusuri berbagi pelosok di negeri ini. Olehnya itu, maka aku menuliskan apa yang telah aku lihat, dengar dan alami.

Aku telah menginjakkan kaki di beberapa kabupaten dan kota di Indonesia. Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Bone, Jeneponto, Maros, Makassar, Gowa, Pangkep, Barru, Pare-Pare, Sidrap, Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu Timur (Sulsel), Mimika (Timika), Asmat (Agats), Sentani dan Jayapura (Papua), Balikpapan, Samarinda, Kota Bontang, Kutai Timur (Sangata), Berau-Kaltim, Tanjung Selor, Bulungan, Tarakan, Tana Tidung,  Malinau-Kaltara, Kota Banjar, Banjar Baru, Barito Kuala, Banjarmasin-Kalsel, Kapuas (Kuala Kapuas), Pulang Pisau, Katingan (Kasongan), Palangka Raya-Kalteng, Kota Jakarta dan Bandung.

Dari ujung timur Indonesia, aku melihat rakyat Papua mengalami ketertinggalan dan keterbelakangan. Akses pendidikan, kesehatan dan ekonomi belum dirasakan merata oleh masyarakat setempat. Sehingga muncullah fenomena gizi buruk seperti di Asmat dan perang antar suku pun seringkali terjadi akibat perebutan kekuasaan dan wilayah.

Meskipun belum menginjakkan kaki ke seluruh provinsi di Pulau Sulawesi, tetapi Makassar dapat menjadi acuan untuk mengukur perkembangan di daerah ini. Gedung-gedung pencakar langit dan jalan layang bukanlah ukuran tidak ada rakyat miskin dan tertinggal, namun tetap saja kita dapati di lapangan rakyat yang kelaparan dan mengemis. Usia yang hampir seabad negeri ini belum mengantarkan kepada cita dan tujuan pendirian para pejuang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun