Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mendaki Gunung Kenapa Harus Malam Hari?

23 Oktober 2013   10:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:08 5566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_296588" align="alignnone" width="640" caption="Mendaki siang hari aja seperti ini, bagaimana jika malam hari...? (dok.pri)"][/caption] "kalau naik gunung malam itu enak mas, gak kerasanya beratnya medan karena nda lihat jalurnya. Daripada naik gunung siang hari, sudah panas dan jalurnya bikin down saja". Begitulahlah kata teman yang baru pertama kali saya aja naik gunung. Naik gunung siang atau malam bukanlah persoalan, tetapi itu hanya strategi dalam manajemen perjalanan. Suatu saat saya berkesempatan naik ke Puncak Mahameru. Biasanya para pendaki akan naik pada dini hari, agar sampai puncak saat fajar tiba atau sebelum pukul 09.00. Ada aturan jika di puncak Gunung Semeru tidak boleh lebih dari pukul 10.00 karena dikawatirkan arah angin berubah, sehingga gas beracun mengarah pada pendaki. Pada kondisi seperti ini, mau tidak mau pendaki harus naik malam hari. [caption id="attachment_296589" align="alignnone" width="640" caption="Menggapai puncak merapi pada malam hari. Potensi bahaya primer dan skunder yang harus benar-benar diperhitungkan.(dok.pri)."]

1382498514186467738
1382498514186467738
[/caption] Berbeda dengan gunung-gunung yang tidak ada aturan jam, sehingga mau malam atau siang hari bebas untuk menuju puncak. Namun bagi beberapa teman, tetap nyaman naik gunung pada malam hari dengan alasan diatas. Bagi pendaki lain, seperti saya jauh lebih menikmati pendakian pada siang hari, yakni berangkat pagi hingga menjelang senja. Mungkin banyak yang kurang menyukai pendakian pada siang hari. Yang pasti jelas adalah cuaca yang panas terik, jalur yang mirip punggung ular naik tangga yang bikin mental ini kadang jatuh. Alasan klasik, tetapi jika sudah niat mendaki harus tetap dijalani setapak demi setapak. [caption id="attachment_296590" align="alignnone" width="640" caption="Bahaya primer seperti cuaca yang dingin, hujan mengharuskan untuk berlindung agar tidak mematik bahaya skunder. (dok.pri)"]
1382498600632374
1382498600632374
[/caption] Bahaya primer adalah ancaman yang datangua dari lingkungan; cuaca, binatang buas dan gangguan alam lainnya. Potensi bahaya primer inilah yang dijadikan alasan, apakah harus mendaki malam atau siang hari. Waktu benar-benar harus diperhatikan dan diperhitungan. Bagi mereka yang mendaki gunung-gunung bersalju dengan ketinggian diatas 4000mdpl, waktu begitu sangat berharga. Keputusan jalan pukul berapa dan berapa jam harus diperhitungkan dengan tepat. Mendaki tak semata-mata mengukuhkan ego sampai puncak, tetapi harus memikirkan faktor-faktor yang bisa membahayakan keselamatan. Mendaki pada siang hari memiliki banyak keuntungan. Navigasi akan sangat mudah sekali, karena bentang alam terlihat dengan jelas. Bagi pecinta fotografi, inilah surganya berburu keindahan, binatang liar hingga pemandangan alam yang menajubkan. Pada siang hari, tentu saja tidak membutuhkan bantuan alat penerangan karena cahaya matahari jauh lebih dari cukup. Manusia tercipta sebagai mahluk diurnal, yakni beraktifitas pada siang hari, sehingga inilah saatnya bekerja. Tingkat kewaspadaan siang hari jauh lebih baik dari pada malah hari, karena mata akan awas dalam melihat. [caption id="attachment_296591" align="alignnone" width="640" caption="Surganya keindahan saat berjalan siang hari. Mata akan disuguhkan oleh pemandangan dan banyak sekali keuntungannya (dok.pri)."]
13824986922100186090
13824986922100186090
[/caption] Menjelang senja, saatnya pendakian harus berhenti. Tenda didirikan, alat masak dan perbekalan dikeluarkan dan saatnya pesta kuliner saat makan malam tiba. Malam hari di dalam tenda yang hangat mungkin waktu yang tepat untuk bersosialisasi dengan sesama pendaki, sambil menikmati hangatnya cokelat susu. Bagi pecinta fotografi, malam hari adalah moment yang pas untuk memotret angkasa dengan langit jernih. Bagi yang ingin tidur, inilah puncak rasa lelah dan segeralah masuk dalam kantung tidur sebelum esok harus melanjutkan perjalanan. Lagi enak-enaknya dalam tenda yang hangat terdengar jejak langkah kaki dengan lampu senternya. Nafas terengah-engah, dan badan kedinginan karena keringat yang tak kunjung mengering. Tubuh mengeluarkan ekstra energi untuk menghangatkan badan serta menyuplai kebutuhan tenaga untuk otot-otot yang dipacu jalan malam hari. Disisi lain dalam tenda yang hangat, suara orang tidur mendengkur karena kelelahan menyiratkan tidur yang nyenyak dan nikmat. [caption id="attachment_296592" align="alignnone" width="640" caption="Menikmtai tenda yang hangat dari balik kantung tidur, atau sekedar memotret angkasa yang cerah. Mengapa memilih diam dimalam hari dan tidak susah-susah berjalan.(dok.pri)."]
1382498754540553605
1382498754540553605
[/caption] Perjalanan pada malam hari memiliki resiko yang tak sebanding keuntungan cuaca tak panas dan tidak melihat jalan yang mengular. Tidak sedikit pendaki yang tersesat pada malam hari. Kemampuan navigasi pada malam hari akan terhalang pada gelapnya malam. Jarang ditemui pendaki yang memakai peralatan navigasi; peta, kompas, GPS kebanyakan mengandalkan pengalaman saja. Menjelang fajar tiba, kita semua ketemu di puncak gunung. Bagi mereka yang semalam tidur nampak wajah-wajah segar dan bugar, berbeda dengan yang semalaman begadang sambil berjalan. Wajah kusut dengan mata merah serta tubuh yang nampak letih. Segera setelah semua itu berakhir, akan jalan turun menuju kaki gunung. Mau tidak mau kemarin yang berjalan siang atau semalam berjalan malam akan turun gunung pada siang hari juga. [caption id="attachment_296593" align="alignnone" width="640" caption="Tidak terbayangkan jika medan ini dilalui pada malam hari, padahal siang hari jauh lebih aman. Menuju Puncak Merapi (dok.pri)"]
13824988421118748750
13824988421118748750
[/caption] Kondisi alam yang dinamis, bisa saja membuat mereka yang pengalaman tersesat. Beberapa waktu yang lalu (6 oktber 2013) ada pendaki dari Yogyakarta yang tersesat di Gunung Merapi. Pendaki yang hilang tersebut adalah gaet karena sudah 4 kali mendaki. Pengalamannya dijadikan patokan teman-temannya sebagai penunjuk jalan. Singkat kata, penunjuk jalan tersebut tersesat menuju sisi timur Gunung Merapi dan ditemukan oleh Tim SAR. Kembali lagi pada selera, apakah ingin jalan siang hari atau malam hari itu semua adalah pilihan. Sangat bijaklah jika bisa menilai kemampuan diri sebagai hakekat manusia diurnal, sebab malam hari adalah jatah mahluk-mahluk nocturnal. Manajemen perjalanan yang baik dibuat untuk mengatur tiap langkah, apakah harus siang atau malam. Pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing untuk meminimalkan potensi bahaya primer dan skunder, silahkah memilih... [caption id="attachment_296594" align="alignnone" width="640" caption="Mendaki siang atau malam, ibarat milih berjalan atau ngesot. Potensi bahaya ada di depan mata. Mengukur kemampuan diri, bijak dan utamakan keselamatan. Tak hanya ego semata yang ditonjolkan demi sebuah pengakuan (dok.pri)"]
138249890335378984
138249890335378984
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun