Jamu menjadi salah satu warisan nenek moyang yang saat ini masih menjadi bagian dari budaya masyarakat. Jamu perjalanan panjang etnobotani, sebagai media penyembuh dari luka dan penyakit. Pandemi Covid-19 menjadikan jamu kembali naik daun, dimana diyakini jamu bisa meningkatkan imunitas tubuh atau sebagai immunomodulator.
UKSW sebagai salah satu perguruan tinggi Swasta di Salatiga dengan multi etnisnya adalah adalah harta karun yang melimpah jika berbicara jamu. Masing-masing suku di Nusantara ini memiliki pengetahuan lokal dalam pengobatan, dalam hal ini adalah dengan jamu.
Di UKSW ada suku Toraja, yang sudah lama memanfaatkan daun miyana/mayana atau dalam bahasa jawa daun iler sebagai obat batuk, sakit pernafasan. Ada beberapa hasil penelitian yang memanfaatkan daun tersebut sebagai obat TBC, dimana senyawa yang di dalamnya bisa mengurangi jumlah infeksi dari bakteri Mycobacterium. Selain itu daun tersebut juga mampu meningkatkan imunitas tubuh ditandai peningkatan limfosit yakni indikator meningkatnya kekebalan tubuh.
Dengan demikian, obat-obat tradisional tersebut lewat kajian ilmiah dan pendekatan budaya ingin kembali dihidupkan dan dimasyarakatkan. UKSW menggelar minum jamu bersama sekaligus pembagian masker dan madu.
Sasaran kegiatan ini ada anak-anak milenial agar mengerti dan memahami jamu. Ada edukasi tentang jamu, sumber dan manfaatnya. Ada juga pengemudi ojek daring yang selalu terpapar dengan lingkungan luar dan harus memiliki kekebalan tubuh ekstra. Masyarakat luas juga diundang untuk minum jamu bersama.
Masa pandemi dimana vaksin belum merata, jamu bisa menjadi perangsan imunitas tubuh agar kekebalan itu tetap terjaga. Sangat sayang jika tubuh ini terus-terusan terpapar dan tergantung obat-obatan kimia sintetik dengan segala efek sampingnya, padahal jamu juga memiliki khasiat yang sama namun efeknya minim.