Andi Ramang, legenda sepak bola Indonesia yang namanya tak hanya dikenal di tanah air, tetapi juga diakui oleh FIFA sebagai salah satu pahlawan olahraga dunia. Sepak bola, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia, melahirkan banyak generasi pesepakbola, namun Andi Ramang adalah bintang yang bersinar paling terang di antara mereka.
Awal Kehidupan dan Karier
Andi Ramang lahir pada 1 Januari 1924 di Barru, Sulawesi Selatan. Dia adalah putra dari Djonjo Daeng Nyo'lo, seorang ajudan Raja Gowa, yang juga dikenal karena keterampilannya dalam permainan sepak takraw. Dari sinilah, bakat olahraga Ramang mulai terasah. Sejak kecil, dia sudah terbiasa bermain dengan bola yang terbuat dari rotan, kain, dan terkadang buah jeruk. Keterampilannya ini kelak membentuk gaya bermainnya yang unik, terutama tendangan salto yang menjadi ciri khasnya.
Karier sepak bolanya dimulai pada tahun 1939, ketika ia bergabung dengan klub sepak bola lokal di Barru. Namun, kehidupan tidak selalu mudah. Setelah menikah, Ramang sempat menjalani kehidupan sebagai sopir becak dan asisten sopir truk sebelum akhirnya kembali ke dunia sepak bola. Pada tahun 1947, ia bergabung dengan PSM Makassar, dan kariernya mulai meroket. Dalam waktu singkat, Ramang menjadi penyerang andalan yang dikenal haus gol.
Prestasi di Olimpiade Melbourne 1956
Tahun 1956 menjadi titik balik bagi sepak bola Indonesia, terutama bagi Andi Ramang. Timnas Indonesia berhasil lolos ke Olimpiade Melbourne setelah menampilkan performa gemilang dalam serangkaian pertandingan persahabatan. Dengan total 25 gol yang dicetak, 19 di antaranya berasal dari kaki Ramang, ia menjadi sorotan utama. Ketika Indonesia bertemu Uni Soviet di perempat final, Ramang menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Meskipun hasil akhir laga berakhir imbang 0-0, penampilannya berhasil mengundang perhatian dunia, bahkan Lev Yashin, kiper legendaris Uni Soviet, mengakui kesulitan menghadapi kelincahan Ramang.
Laga kedua, meski harus berakhir dengan kekalahan 4-0, tidak mengurangi pengakuan terhadap Ramang. Ia dinilai sebagai man of the match, dan namanya mulai dikenal di kancah internasional. FIFA pun mengakui prestasinya dengan menerbitkan artikel khusus untuk mengenang kontribusinya di dunia sepak bola.
Karier dan Kekecewaan
Setelah Olimpiade, Ramang terus berjuang untuk tim nasional, tetapi kariernya tidak selalu mulus. Pada tahun 1960, ia terlibat dalam skandal yang membuatnya dijatuhi skorsing. Meskipun kembali dipanggil pada tahun 1962, pamornya sudah jauh berkurang. Akhir kariernya di lapangan hijau terjadi pada tahun 1968, saat ia bermain untuk PSM Makassar untuk terakhir kalinya.
Setelah pensiun, Ramang beralih ke dunia kepelatihan. Ia melatih beberapa klub, termasuk PSM dan Persipal Palu. Meskipun memiliki pengalaman yang kaya, ia menghadapi banyak tantangan, termasuk kurangnya dukungan dan pengakuan atas kemampuannya sebagai pelatih.