Mohon tunggu...
dhani rafling
dhani rafling Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Drama

Setelah Hidup (Naskah Drama)

28 Februari 2018   22:02 Diperbarui: 28 Februari 2018   22:07 5833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SETELAH HIDUP

OLEH:

MOCHAMMAD RAFLI RAMADHANI

Tokoh dan Penokohan

  • Tari
  • Tari adalah anak yang berumur 10 tahun. Tari memiliki watak ceria dan baik hatinya.
  • Ia memiliki masalah pada lututnya. Tetapi, sesuai dengan namanya ia sangat ingin sekali menjadi seorang penari profesional. Karakter Tari memiliki badan kecil, lugu, dan pandai menari.
  • Gita
  • Gita adalah teman baik Tari yang bertemu sejak awal masuk sekolah. Wataknya centil dan selalu ceria seperti Tari. Gita memiliki karakter berbadan kecil, gayanya selangit, dan jalannya berlenggak-lenggok.
  • Mita
  • Mita merupakan siswa yang pintar dan rajin. Wataknya lugu dan cupu. Mita selalu menggunakan kacamata karena ia adalah kutu buku yang selalu membawa buku kemanapun dia pergi.
  • Mama
  • Mama disini merupakan ibu dari pemeran utama yaitu Tari. Mama disni memliki watak disiplin, suka bercanda, dan kekinian. Karakter Mama disini berkostum layaknya ibu rumah tangga modern dan selalu memakai make up agar suaminya betah di rumah.
  • Papa
  • Papa merupakan ayah dari Tari. Papa memiliki watak sabar, baik hati, dan suka bercanda. Papa adalah pekerja kantoran, wajar saja, walaupun ia di rumah, ia selalu memakai jas karena selalu sibuk dengan pekerjaan kantornya.
  • Dokter
  • Dokter memiliki watak normal atau bisa disbut biasa saja seperti dokter yang lain. Baju dokter dan stetoskop selalu dipakainya agar memperlihatkan bahwa ia seorang dokter.
  • Guru
  • Peran guru berwatak sabar dan selalu mengayomi murid muridnya dengan baik. Guru memiliki karakter tinggi, memakai kacamata, berwajah tampan, dan badannya sedikit berisi.
  • Pak Es
  • Seorang penjual es yang memiliki watak ceria, suka bawa perasaan, dan senang melihat anak-anak. Disni Pak Es adalah seorang orang tua yang kekinian atau modern, dan berpakaian layaknya anak zaman sekarang
  • Wali murid
  • Wali murid dibutuhkan enam orang untuk mengangkat Tari, saat Tari pingsan.

Tata panggung

                 Tata panggung untuk naskah teater "Setelah Hidup" ini dibagi menjadi empat yaitu

  • Kelas
  • Dalam kelas dilengkapi barang-barang yang dapat mendukung suasana kelas. Untuk latar kelas bisa ditambahakan seperti bangku dan kursi, foto presiden, dan lain sebagainya.
  • Ruang Tamu
  • Ruang tamu dilengkapi dengan aksesoris meja, empat kursi, dan vas bunga.
  • Taman Sekolah
  • Taman sekolah hanya dilengkapi dengan bangku taman dan beberapa tanaman yang dapat menambah nilai estetik sebagai taman.
  • Kamar Tari
  • Dibutuhkan kasur dan beberapa aksesoris mendukung lainnya seperti gambar-gambar orang menari agar orang yang melihat tahu, bahwa itu adalah kamar Tari.
  • Panggung besar
  • Pada saat babak berlatar di panggung besar, semua barang dikeluarkan dari panggung dan hanya tersisa latar belakang hitam.

    • Kain hitam untuk latar
    • Bangku taman
    • dan tanaman
    • Ruang kelas
    • Kasur
    • Meja besar dan
    • empat kursi
    • Kain pemisah latar

    Sinopsis
    Papa Tari merupakan orang yang sangat sibuk dengan pekerjaanya. Tidak jarang keluarga mereka pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Dan dengan Tari, dia adalah anak yang sedari kecil terkena penyakit pada lututnya. Ayah dan ibunya tidak pernah mengatakan jika dia mempunyai kelainan pada lututnya dikarenakan Tari sangat suka menari. Sebagai orang tua, mereka tidak tega untuk mengatakan apa yang terjadi pada Tari.
    Hari itu merupakan hari pertama Tari masuk sekolah dasar di tempat barunya. Ia diantar ibunya untuk pergi ke sekolah. Papanya tidak bisa mengantar karena sibuk dengan pekerjaan kantornya. Wajah Tari sangat senang sekali karena ia berpikir bahwa ia akan mendapat teman baru di sekolahnya.
    Tetapi pada suatu hari, saat ia bermain bersama sahabatnya, ia mengalami insiden yang membuat orang tuanya tidak bisa menahan derai air matanya.
     
    Prolog
    Waktu pulang sekolah telah tiba, suasana kelas ramai siswa yang ingin cepat-cepat pulang. Tari dan siswa yang lain mulai keluar dari kelas dan tiba tiba ia bertemu dengan siswa yang belum ia kenal sebelumnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari menuju ke arah siswa tersebut.                                 
    (Lampu menyorot ke arah Tari)
    (Menundukkan kepala dan berkata) Halo. Namaku tari. Aku berumur 10 tahun. Sesuai dengan namaku aku sangat suka menari. Cita-citaku adalah menjadi seorang penari.
    (Tari kembali ke latar kelas. Sebelum Tari memulai adegan, semua siswa mematung)
    Tari                  : Hai namaku Tari. (Dengan muka tersenyum dan watak cerianya ia mengulurkan tangannya untuk berkenalan)
    Gita                 : Hai aku Gita, senang berjumpa denganmu. (Gita membalasnya dengan senyuman sembari memberikan tangannya untuk bersalaman)
    Tari                  : Iya, senang juga bertemu denganmu. Apakah kamu suka es krim? (Mimik wajah Tari seakan-akan meyakinkan Gita untuk ikut bersamanya)
    Gita                 : Ya, tentu. Anak kecil mana yang tidak suka es krim? (Gita-pun semangat mendengar perkataan Tari tersebut)
    Tari                  : Ayo kita beli es krim? (Karena semangatnya, sampai-sampai Tari menggenggam tangan Gita dan menariknya)
    Gita                 : Aduuhh..., iya iya sabar. (Secara tidak sengaja tubuh Gita tertarik oleh Tari dan Gita langsung mengikutinya dengan rupa kaget)
    Tari dan Gita menuju penjual es krim yang tidak jauh dari sekolahnya. Mereka berdua sangat bersemangat menuju penjual es krim tersebut sembari melompat-lompat layaknya anak kecil yang kegirangan. Akhirnya mereka sampai ke tempat penjual es tersebut dan dengan tingkah Tari yang ceria, ia langsung menegur bapak penjual es krim tersebut.
    Tari                  : Selamat siang pak, es krimnya ada? (Wajah ceria dan lugunya bercampur)
    Pak Es             : Kalau tidak ada es krim, bapak tidak akan berjualan dek. (Dengan raut muka sedikit nyengir dan dengan nada seperti menggoda)
    Tari                 : Hehe iya ya pak he... (Muka Tari terlihat malu dan bibirnya sedikit nyengir)
    Gita                 : Ahh... dasar kamu ini buat kita malu saja. (Karena mendengar hal tersebut Gita cemberut dan mengerutkan kedua alisnya)
    Tari                  : Hehe (Garuk-garuk kepala dan tersenyum malu) ya sudah pak, beli es krim dua, hmm... sebentar ya pak, (menoleh ke beakang) Gita, kamu beli rasa apa?
    Gita                 : Ehh..., rasa apa ya? Pak pak, rasa yang pernah ada, ada tidak pak? (Berkata layaknya orang yang dapat ide)
    Pak Es             : Wehh..., adik ini ada-ada saja, kan bapak jadi baper aa... (Gemas dan sedikit salah tingkah)
    Tari                  : Aduuh aduh aduh..., sudah sudah, sekarang yang benar kamu mau beli es krim rasa apa Gita?
    Gita                 : Rasa coklat vanila saja.
    Tari                 : Ohh ya sudah, pak, coklat vanilanya dua ya pak.
    Pak Es             : Oh iya dek, ditunggu ya. (Berbalik dan mengambil dua buah es krim di tangan, lalu memberikannya kepada Tari dan Gita) Nah, ini nak es krimnya.
    Tari dan Gita   : Terima kasih Pak Es. (Berjalan pulang dengan raut muka bahagia menikmati es tersebut)
    Pak Es             : Iya dek. (Melanjutkan pekerjaannya, dan seketika ia tersadar jika kedua anak tersebut belum membayar uang es krim dagangannya) Weehh.. wehhh.. dek tunggu kesini dulu, kalian belum bayar. (Memanggil kedua anak tersebut yang agak jauh darinya dengan nada sedikit keras)
    Tari dan Gita   : Oh iya pak. (raut malu tertampak di wajah Tari dan langsung kembali menuju bapak penjual es tersebut dan memberikannya uang) ini pak.
    Pak Es             : Terima kasih ya dek..., hati hati di jalan ya dek. (muka tersenyum dan melambaikan tangannya)
    Tari dan Gita   : Siap pak. (secara serentak mereka berkata kemudian menoleh dan mengedipkan mata)
    Setelah itu, mereka berdua berjalan menuju taman sekolah dan duduk di bangku taman. Mereka berdua berbincang-bincang dan Tari mencurahkan isi hatinya.
    Tari                 : Gita kamu tahu tidak? Aku itu ingin sekali menjadi seorang penari, tetapi mengapa aku tidak bisa ya? (bertanya dengan wajah yang terlihat cemas dan lesu)
    Gita                 : Kenapa ya? Mungkin Tuhan belum berkehendak Tari. (jawab Gita dengan nada seperti menasihati dan tersenyum)
    Tari                 : (menjilat es krimnya dan melanjutkan perkataannya)Tapi aku ingin sekali Git. (masih dengan muka cemas)
    Gita                 : Yaa... berarti, kamu harus berusaha dan sering berlatih Tar (tangannya mengelus pundak Tari)
    Tari                 : Iyaa benar, tapi mengapa tidak bisa dan mengapa benar-benar sulit ya Git?
    Gita                 : Wahh... kalau seperti ini, sepertinya kalau itu aku tidak bisa membantu Tar, (Gita terbawa suasana, kepalanya menunduk, dan raut wajahnya mulai terlihat sedih)
    Mita                 : Hai kalian? Sedih sekali kelihatannya. Ada apa? (bertanya dengan nada ceria)
    Gita                 : Oh iya, hai. (Gita terkejut dan langsung refleks menjawab)
    Tari                  : Hai Mita... (nada lesu masih belum hilang dari dirinya)
    Mita                 : Apa yang sedang kalian lakukan disini? Apa ada masalah?
    Tari                 : Tidak kok, kami hanya duduk dan menikmati es yang nikmat ini. (kembali tersenyum untuk meyakinkan Mita)
    Gita                 : Iya benar. (begitupun dengan Gita, ia juga ikut tersenyum untuk menyakinkan Mita)
    Mita                 : Oh... jadi begitu, baiklah, kalian mau ikut denganku tidak?
    Tari                 : Memangnya apa yang akan kita lakukan?
    Gita                 : Iya, apa?
    Mita                 : Kita bermain masak-masakan... (terlihat semangat sekali mengajak Tari dan Gita bermain)
    Gita                 : Ahhh... kamu kurang seru, kita kan sudah umur segini masa masih main masak- masakan, malu sama kucing keleess~. (tertawa mengejek)
    Tari                 : Hahaha, iya kamu ini ada ada aja, kita kan sudah 10 tahun. (tertawa dan menutup mulutnya)
    Mita                 : Ihh... kalian ini. (wajahnya mulai kusut) terus, kita main apa kalau begini? (bertanya kepada Tari dan Gita)
    Tari                 : Bagaimana kalau kita bermain JAT? (wajahnya seakan-akan mengajak mereka berdua untuk bermain permainannya)
    Gita                 : Ha? JAT apa itu?
    Mita                 : Iya, permainan apa itu? (Mita sangat ingin tahu mengenai hal terseut sampai iya melompat ke dekat Tari)
    Tari                 : JAT itu Jujur atau tantangan, jadi nanti siapapun yang tertunjuk akan memilih jujur atau tantangan, jika ia memilih jujur, maka dia harus mengatakan apapun sejujurnya, dan jika memilih tantangan, maka harus menerima tantangan dari yang tidak tertunjuk. Bagaimana? (mengangkat alisnya dan tersenyum agar merkea berdua yakin)
    Mita                : Waw... Boleh tuh boleh! (Mita terkagum-kagum akan hal tersebut dan sangat bersemangat untuk memainkan permainan tersebut)
    Gita : Iya, ayo kita langsung mulai (Gita juga bersemangat sekali untuk memainkan permainan tersebut)
    Tari                  : Kalian terlihat bersemangat sekali bermain permainan ini, baiklah ayo kita mulai! (menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Tari mencari tempat kacamata miliknya dan terlihat kebingungan)Lho, tempat kacamataku dimana ya?
    Gita dan Mita  : Yah..., dimana ya, yuk kita bantu cari! (mereka berdua langsung ikut mencari tempat kacamata Tari yang hilang)
     Tidak lama kemudian, Mama Tari datang untuk menjemput Tari. Pada akhirnya mereka bertiga tidak sempat untuk bermain JAT Jujur atau Tantangan karena sibuk mencari tempat kacamata Tari
    Mama : Hei, kalian sedang apa? Ini sudah sore, ayo kita pulang! (Mama Tari melambaikan tangannya mengisyaratkan untuk menuju ke arahnya)
    Tari                     : Iya Ma! (jawab Tari sembari sibuk mencari tempat kacamatanya di dalam tas)
    Mama                 : Lho adik-adik belum dijemput juga? Ayo ikut bersama tante?
    Gita dan Mita      : Oh sudah te, tidak usah repot-repot.
    Tari masih sibuk mencari tempat kacamata di dalam tasnya. Tak lama kemudian Tari menemukan tempat kacamatanya di bagian tas paling depan. Tari mengangkat tempat kacamata tersebut dan menunjukkannya kepada Gita dan Mita lalu tersenyum malu.
    Gita                 : Waduh... dasar kamu ini Tar! (mukanya sedikit tidak bersahabat)
    Mita                 : Iya, dasar! (memalingkan mukanya)
    Mama              : (Mama yang tidak tahu apapun merasa bingung dan menoleh kepada mereka) Ada apa ini? (mengelus kepala mereka bertiga)
    Tari                 : Hahaha, tidak apa-apa ma. (menanggapi dengan wajah santai dan tersenyum. selanjutnya, Tari berjalan menuju Gita dan Mita)Kalian, aku minta maaf ya, hehe sorry sorry. (karena merasa bersalah Tari meminta maaf kepada Gita dan Mita sambil menggaruk kepalanya dan tersipu malu)
    Semua pemain mematung dan lampu perlahan mati.
  • Babak 1
    (Lampu menyorot ke arah Tari)
    (menundukkan kepala dan berkata) Halo. Namaku tari. Aku berumur 10 tahun. Sesuai dengan namaku aku sangat suka menari. Cita-citaku adalah menjadi seorang penari.
    (Tari kembali ke latar ruang tamu dan memulai adegan)
    Mama              : Tari, sarapannya kok tidak dimakan? (sembari memegang pundak Tari)
    Tari                : (Hanya menunduk terdiam dan menggelengkan kepala)
    Mama              : Ayoo dimakan makanannya, enak lhoo buatan mama. (tersenyum membujuk Tari agar tari mau makan)
                  Papa datang dengan berpakaian sopan menggunakan jas kantor dan koper ke depan mama, selanjutnya mama membenarkan dasi papa yang kurang rapi
    Papa                : Ada apa Ma? (kepalanya menengadah karena dasinya belum selesai dibenarkan)
    Mama              : Ini Pa, Tari tidak mau makan. (Mama masih dalam posisi membenarkan dasi papa yang kurang rapi tersebut)
    Papa                 : Ayo nak dimakan makanannya kasihan mama yang sudah buat untuk adek. (Nada sabar keluar dari mulut papa agar Tari bisa terbujuk untuk makan)
    Mama              : Huuu... anak pintar, sini mama suapin ya? Mau? (menggaukkan kepalanya)
    Tari                  : (mengangguk kepalanya dan tersenyum ke arah Mama)
    Mama              : Memang pintar anak mama ini. (mengambil sesendok makanan dan menyuapkannya kepada Tari)
    Papa                : Eh... Mama ini seenaknya saja, papa kan juga ikut andil dalam pembuatan Tari. (mengeluarkan lidahnya untuk mengejek mama)Nah begitu dong, (mengelus kepala Tari) baiklah, papa berangkat dulu ya. (mengulurkan tangannya untuk bersalaman)
    Mama              : Iya Pa, hati-hati. (menggenggam dan mencium tangan papa)
    Tari                  : Dadah Papa... (Tari menoleh ke arah papa dan melambaikan tangannya)
    Papa keluar panggung, dan sedangkan Tari masih melanjutkan makanannya yang masih belum habis dimakan. Selagi makan, ibunya menasihatinya dengan nada yang halus dan menatap wajah Tari yang sedang menyantap makanan belum habis tersebut.
    Mama              : Kamu itu harus banyak istirahat nak... (dengan nada sabar mama menasihati Tari)
    Tari                  : Iya Ma, memangnya Tari ...
    Kebetulan Tari sudah menyelesaikan makannya. Setelah itu, mama langsung mengajak Tari untuk berangkat sekolah
    Mama              : Sudah selesai? Ayo kita berangkat sekolah? (mama memotong perkataan dari Tari)
    Tari                  : Oh iya Ma sudah selesai, sebetar ya Ma, Tari mau ambil tas Tari dahulu. (Tari menjawab sembari beranjak dari kursinya)
    Mama              : Iya nak. (tersenyum ke arah Tari)
    Tari berbalik dan badan dan segera mencari tasnya. Setelah ketemu, ia kembali menuju mamanya.
    Mama              : Sudah nak? Senyum dong, semangat! Masa, hari pertama sekolah cemberut sih? (mecubit gemas pipi Tari)
    Tari                  : Sudah Ma, ayo kita berangkat? (raut muka Tari terlihat bersemangat kembali untuk pergi ke sekolah)
    Mama dan Tari mematung lalu lampu perlahan mati dan babak 1 berakhir
  • Babak 2
    (lampu menyorot ke arah Tari)
    (menundukkan kepala dan berkata) Halo. Namaku tari. Aku berumur 10 tahun. Sesuai dengan namaku aku sangat suka menari. Cita-citaku adalah menjadi seorang penari.
    (Tari kembali ke latar tempat tidur dengan beraring. Mama dan ayah telah berdiri mematung di samping tempat tidur)
    Mama              : Alhamduillah kamu sudah sadar. Aduuhh nak..., kan Mama sudah bilang, kamu itu harus banyak istirahat! (dengan nada sedikit cemas dan lesu mama berbicara kepada Tari)
    Papa                : Mama, sudah, tidak usah seperti itu! (halusnya suara papa membuat mama terenyuh)
    Mama              : Huuhhh... (mama menghela nafas dan menundukkan kepalanya)
    Papa                : Nak, yang kuat ya, papa dan mama akan selalu membantu Tari kok. (papa selalu tersenyum dan sangat sabar kepada Tari, karena ia sangat sayang kepada Tari)
    Mama              : Coba, Tari senyum deh! (melihat Tari dengan senyum yang tertampak di wajah cantiknya)
    Tari                  : Iya Ma, iya Pa. (Tari terseyum dan memperhatikan wajah papa dan mamanya)
    Papa                : Nahh gitu, ini baru anak papa, masa anak papa cemberut sih? (masih tersenyum kea rah Tari)
    Mama              : Sebenarnya, apa yang dilakukan Tari hingga bisa seperti ini? (menanyakan dengan halus)
    Tari                  : Tadi Tari bermain di taman dengan Gita, Mita, dan teman-teman yang lain, lalu Tari tidak sengaja terjatuh Ma. (kepalanya menunduk saat mengeluarkan kata-kata)
    Papa                : Ohh... jadi begitu ya... (Papa mulai menunjukkan ekspresi cemas)
    Tari                  : Iya Pa. (masih menunduk dan menganggukkan kepalanya)
    Mama              : Jadi, kedepannya kamu harus lebih hati-hati ya Tari. (memeuluk erat Tari dan mengelus kepalanya)
    Tari                  : Iya Ma.
    Papa                : Nanti kalau sudah sembuh, papa ajak jalan jalan ya?
    Mama              : Iya Pa, mama juga mau jalan-jalan, dan belanja-belanja manja. (mama menanggapi dengan sangat kegirangan)
    Tari                  : Yey..., ayo Pa (begitupu dengan Tari, ia terihat sangat bersemangat mendengar hal itu)
    Papa                : Mm..., Mama biasa saja dong, kan malu ketahuan orang. (suara kecil seperti berbisik dan menunjuk penonton) Adek sudah makan belum? (bertanya kepada Tari dengan nada seperti biasa)
    Mama              : Oh iya, mama lupa belum membuat makanan untuk Tari, sebentar ya, mama buatkan makanan dahulu. (segera beranjak dari tempat duduknya)
    Papa                : Waduhh... Mama ini, iya ma, kasihan ini anaknya sudah straving alias kelaparan hehe (tertawa ringan)
    Mama              : Ihh..., Papa ini, mentang-mentang kerja sama bule aja ngomongnya seperti itu! (memalingkan wajahnya dan cemberut)
    Papa                : Iya dong wek.... (papa menjulurkan lidahnya)
    Mama              : Ihh Papa dan Mama lucu banget sih! (tersenyum kagum)
    Papa                : Hahaha iya dong, kan keluarga bahagia. (mengangkat kedua alisnya)
    Mama              : Iya benar, boom!(bergaya anak gaul atau sering disebut dengan dab)
    Tari                  : Iya iya (tertawa gembira), oh iya ma, makanannya mana?
    Mama              : (baru tersadar jika dia belum membuatkan makanannya untuk Tari)waduuhh... iya mama lupa lagi, sebentar ya...
    Mama langsung membalikkan badannya dan menuju ke dapur (belakang panggung) untuk mengambil roti dan susu.Papa dan Tari sedang berbincang-bincang, tetapi tidak begitu keras. Tidak lama kemudian, mama datang lagi.
    Mama              : Nahh... ini, makanan sudah siap, dimakan ya? (sembari memberikan nampan makannya kepada Tari)
    Tari                  : Iya ma terima kasih ya... mama baik deh muachh!(mencium dahi mama sebagai tanda kasih sayang)
    Papa                : Hm... Tari, Tari kalau sudah besar, mau jadi apa?
    Tari                  : Kan Papa dan Mama sudah tahu, pasti aku ingin jadi penari. (menjawab dengan percaya dirinya)
    Raut wajah papa dan mama Tari mulai bingung dan resah
    Tari                  : Ada apa Pa? Ma? (Tari juga ikut kebingungan mengapa)
    Mama              : Ohh tidak ada masalah nak. (kembali tersenyum kepada Tari)
    Papa                : Kalau gitu, berarti kamu harus berlatih lagi! (papa juga menatap Tari dengan senyuman untuk menutupi segalanya)
    Mama              : Iya nak, tapi ingat kamu harus istirahat juga ya, anak mama kan baik dan selalu nurut, ini kan juga untuk kebaikan Tari, agar Tari bisa sukses nantinya ya... (seakan-akan memberi nasihat dan harapan kepada Tari)
    Papa                : Baiklah, papa sama mama tinggal dulu ya, kamu istirahat saja, selamat tidur, jangan lupa berdoa! (menutupkan selimutnya ke badan Tari)
    Papa dan mama menuju ruang tamu
    Tari                  : Iya Ma, iya Pa, mungkin setelah ini. (suaranya mengecil. Mama dan papa Tari tidak mendengar ucapan terakhir dari Tari)
    Lampu menyorot kepada mama dan papa yang sedang berada di ruang tengah
    Mama              : Pa, mama khawatir dengan Tari dia semakin hari semakin parah! (berjalan bolak-balik kebingungan)
    Papa                : Iya Ma, papa juga jadi khawatir. (Papa juga terlihat bingung akan hal tersebut)
    Mama              : Bagiamana ya Pa, mama bingung, Tari juga sangat ingin sekali untuk mejadi penari. (masih berjalan bolak-balik)
    Papa                : Tapi bagaimana lagi Ma, dia sangat ingin menjadi penari. (papa mulai cemas menghadapi ini)
    Mama              : Tapi Tari itu..., Tari..., mengapa Papa tidak bilang kepada Tari yang sebenarnya!? (berhenti dan menoleh ke arah papa)
    Papa                : Papa takut mental dia turun Ma, mau bagaimana lagi, biarkan saja! (wajah cemas masih terlihat di wajah papa)
    Papa dan mama berjalan bolak-balik kebingungan di ruang tengah. Seketika terdegar nafas Tari yang begitu kencang.
    Mama              : Pa, Pa Tari Pa! (menunjuk kea rah kamar)
    Papa                : Iya ma! Ayo cepat!  
    Papa dan mama segera berlari menuju kamar dan menekukan Tari yang tengah bernafas sangat cepat
    Mama              : Pa, cepat panggil dokter! (mengelus kepala Tari dan dengan nada tergesa-gesa mama menyuruh papa untuk segera melepon dokter)
    Papa                : Iya Ma. (papa segera mengeluarkan telepon dari sakunya dan langsung menelpon dokter)
    Papa                : Halo dok? Dokter mohon segera kesini secepatnya! Rumah kami di jalan pancoran, pasar minggu nomor 16. Mohon secepatnya kesini ya dok! (diberi jeda seakan-akan sedang dijawab oleh dokter)Iya dok terima kasih. (kebingungannya semakin bertambah dan tergesa-gesa)
    Mama              : Aduuhh nak, kamu semakin parah saja. (menangis sedih)
    Papa                : (menangis dan selalu mengecek teleponnya untuk memastikan dokter yang telah ditelponnya barusan)
    Setelah beberapa saat kemudian, dokter datang dan mengucap salam. Sontak papa dan mama menjawab salam. Papa segera berlari menuju dokter tersebut.
    Papa                : Ayo dok segera masuk! (nafasnya cepat karena berlari)
    Dokter dan papa berjalan cepat menuju kamar. Setelah sampai, dokter segera mengecek keadaan Tari. Papa dan mama masih tampak gelisah dan bingung
    Dokter             : Pak maaf, anak ini sudah semakin parah, lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang. Secepatnya! (dokter segera menelepon ambulan rumah sakit)halo, datang kesini secepatnya, jalan pancoran, pasar minggu, nomor 16. Secepatnya!
    Lampu padam. Bunyi sirine gawat darurat atau sirine cepat diputar. Tak lama kemudian, bunyi sirine berubah menjadi melambat sebagai isyarat membawa atau mengangkut jenazah.
  • Babak 3
    (lampu menyorot ke arah Tari)
    Dalam babak ini, Tari berpakaian seragam sekolah
    (menundukkan kepala dan berkata) Halo. Namaku tari. Aku berumur 10 tahun. Sesuai dengan namaku aku sangat suka menari. Cita-citaku adalah menjadi seorang penari.
    (Tari kembali ke latar taman bermain sekolah)
    Gita                 : Halo Tari, main yuk? (Gita menggenggam tangan Tari)
    Mita                 : Iya, ayo main dengan kami! (menganggukkan kepalanya untuk menyakinkan Tari)
    Tari                  : Ayok! (Tari juga membalasnya dengan anggukan sebagai isyarat kemauan dirinya)
    Tari bermain bersama teman temannya, berlari lari dan kemudian lututnya yang sakit itu kambuh. Tari memegang lutunya tersebut dan merasa kesakitan. Setelah itu, dia terjatuh dan kepalanya terbentur bangku taman. Tari tidak sadarkan diri waktu itu. Sontak, guru tersebut terkejut dan meminta bantuan kepada wali murid yang lainnya agar dibantu dibawa ke rumahnya. Setelah sampai di depan rumah, salah seorang wali murid berteriak untuk dibukakan pintu. Segera, mama Tari mempersilahkan para wali murid tersebut masuk dan meletakkan Tari di tempat tidurnya. Awalnya, karena tidak terlihat adanya pendarahan, mama Tari hanya menanggapinya dengan tidak begitu bingung. Tetapi, mama Tari segera menelepon papa untuk segera pulang dari tempat kerjanya.
    Mama              : Halo pa!? pa, papa bisa pulang sekarang tidak? Tari sedang pingsan pa! (jeda seakan-akan papa Tari menjawab telepon)Yasudah pa, mama tunggu ya!? (mematikan teleponnya)
    Setelah beberapa saat setelah menelepon, papa tari datang. Disamping itu, Tari juga baru tersadar dari pingsannya.
    Mama              : Alhamduillah kamu sudah sadar. Aduuhh nak..., kan mama sudah bilang, kamu itu harus banyak istirahat (dengan nada sedikit cemas dan lesu mama berbicara kepada Tari)
    Papa                : Mama, sudah, tidak usah seperti itu (halusnya suara papa membuat mama terenyuh)
    Lampu perlahan mati, sebagai tanda berakhirnya babak ke-tiga
  • Babak 4
    Dalam babak ini, Tari berwajah pucat seperti orang meninggal dan memakai pakaian tradisional Jawa atau sering disebut kebaya, dilengkapi dengan selendang agar terlihat lebih seperti penari profesional. Babak terakhir ini juga berlatar layaknya panggung besar dan megah. Musik tari tradisional remo diputar, Tari-pun mulai menari sendiri layaknya penari profesional di depan panggung dengan menggerakkan badannya sesuai irama. Tangan kecilnya bergerak lemah gemulai, kaki lincahnya menyatu dengan lagu, menari seakan-akan lagu dan gerakan menyatu dengan dirinya. Sampai akhirnya musik berhenti. Tari terdiam dan menunduk, setelah itu ia mengangkat kepala tunduknya dan berkata, Halo, namaku Tari, aku berumur sepuluh tahun dan akan selalu sepuluh tahun. Lampu perlahan mati.
     
     
    Penjelasan akhir
    Jadi, pertama, naskah setelah hidup ini memliki alur maju mundur. Untuk babak ke-empat itu sebenarnya adalah awal dari babak ke-tiga. Kedua, alasan Tari meninggal adalah saat lututnya sakit, ia terjatuh dan kepalanya terbentur oleh bangku taman yang membuat ia gegar otak. Ketiga, maksud dari Tari menari di atas panggung tadi adalah setelah hidup atau imajinasi Tari setelah ia meninggal dunia. Seperti yang kita ketahui, bahwa Tari ingin sekali menjadi penari, tetapi saat dia menari, wajahnya terlihat pucat, ini menggambarkan Tari sudah meninggal saat ia menari di atas panggung tadi, dan menari hanyalah imajinasinya setelah ia meninggal. Selain itu, pada babak ke-empat juga Tari berkata "Halo, namaku Tari, aku berumur sepuluh tahun dan akan selalu sepuluh tahun." Ini menunjukkan juga bahwa Tari telah meninggal.
    -TAMAT-

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun