Mohon tunggu...
Dewi Nurbaiti (DNU)
Dewi Nurbaiti (DNU) Mohon Tunggu... Dosen - Entrepreneurship Lecturer

an Introvert who speak by write

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Tukang Pukis dan Pegawai Rumah Makan

9 Januari 2016   14:40 Diperbarui: 9 Januari 2016   16:38 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak banyak individu yang mampu melakukan hal-hal yang di luar kebiasaan, terutama bagi yang hidup di dalam kelompok garis menengah ke bawah. Berikut ini dua contoh perbuatan luar biasa yang dilakukan oleh seseorang yang biasa-biasa saja.

Pengalaman pertama :

Suatu hari saya membeli kue pukis yang dijajakan menggunakan gerobag berwarna coklat, dan dijual oleh seorang lelaki paruh baya. Setelah saya deal membeli dengan jumlah rupiah tertentu, saat mengemas pesanan untuk saya penjual tersebut memasukkan jumlah kue lebih dari yang seharusnya. Melihat hal ini spontan saya berkata “Bang kelebihan tuh.....”. Lalu dengan tenang ia menjawab “Iya Bu....”.

Selanjutnya sang pedagang yang berpenampilan amat sederhana ini tetap saja memasukkan kue-kue pesanan saya ke dalam kardus dan membungkusnya. Melihat ia tidak mengurangi kelebihan jumlah tersebut saya tanyakan padanya “Itu bonus ya Bang ceritanya?.....”. Dan ia menjawab “Iya bu... saya tambahin.... biar jadi langganan...”.

Saya hanya mampu berucap terima kasih sambil terus berfikir “Gilak, ini orang gak rugi apa... dia kan cuma jualan kue beginian yang kelihatan lah untungnya berapa perharinya... tapi bisa ikhlas banget gitu ngasih tambahan ke orang yang beli....”.

Guys, keren banget toh pedagang yang satu ini? Sekilas ia tak terlihat takut rugi, terlihat ia tak berfikir untungnya akan berkurang, ia hanya ingin orang-orang yang membeli kuenya itu suatu hari nanti bisa kembali dan membeli kuenya lebih banyak lagi.

Pengalaman ke dua :

Pada suatu hari yang cerah saya dan suami menikmati makan siang di sebuah rumah makan yang tidak terlalu besar, namun nampaknya sudah memiliki pelanggan tersendiri. Singkat saja, usai acara makan selesai saat saya dan suami bergegas meninggalkan area parkir, terlihat seorang pegawai rumah makan tersebut berjalan melewati mobil kami dan ternyata ia membantu kami mengatur arah untuk memundurkan kendaraan.

Ia membantu mobil kami mundur perlahan dan berbelok ke arah tujuan kami untuk melanjutkan perjalanan. Sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu maka suami saya berniat memberikan sejumlah uang kepada pegawai tersebut dengan menjulurkan tangan ke luar jendela sambil menggenggam tanda terima kasih tersebut. Namun dengan amat sumringah pria baik hati yang membantu kami keluar area parkir tersebut menjawab “Nggak usah Pak... terima kasih....”

Appaaahh?? Dia nggak menerima pemberian itu?? Waw! Hebat! Di zaman secanggih ini masih ada yang menolak tanda terima kasih?? Apakah ini kategori gratifikasi?? Entahlah....

Saya dan suami hanya berpandangan tak percaya, masih ada ya orang seperti dia. Mungkin ia merasa hal tersebut telah menjadi tanggung jawabnya, yaitu selain menyambut tamu yang datang untuk makan, menyajikan makanan, hingga membantu tamu dengan kendaraanya untuk keluar dari area parkir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun