Pengambilan gambarnya tergolong progresif untuk masa itu. Ada adegan di mana kamera bergantian menyorot suasana pesta dan pertengkaran di sebuah ruangan. Kedua adegan silih-berganti ini terasa kontras.
Dari sisi pemain, jajaran pemainnya yang terdiri dari Awaludin, Djuwita, Moh. Said, Rd.Ismail, R.A Sundari, dan Udjang tampil luwes. Sayangnya Ratna Asmara malah kurang cemerlang dalam memerankan Sukaesih. Ia nampak canggung berperan sebagai Sukaesih. Ada beberapa adegan yang sorotan matanya nampak bingung dan kosong. Kemudian di adegan lainnya, karakternya malah nampak judes dan angkuh, kontras dengan karakter Sukaesih di awal-awal film.
Di luar kekurangan tersebut, film ini penting untuk ditonton untuk mengetahui perkembangan film Indonesia dari masa ke masa. Oh iya ada sisipan tembang Keroncong Kemayoran dalam film ini. Cikini dan Gondangdia juga disebut-sebut dalam film ini. Nama Ratna Asmara di awal film disebut sebagai regi yang merupakan kependekan dari register.
Kondisi Film Dr. Samsi yang Memprihatinkan
Kami menyaksikan film Dr. Samsi di rangkaian acara Muspen Talk: Behind the Lense Ratna Asmara sebagai peringatan Hari Film Nasional 2025. Karena diputar di akhir acara dan gambarnya tidak benar-benar jernih, tidak banyak penonton yang bertahan hingga film selesai diputar.
Kondisi kopi film Dr. Samsi memang memprihatinkan sehingga kemudian dilakukan proses reparasi agar generasi mendatang tetap bisa menyaksikan film ini. Ketika organisasi Liarsip dan pihak Sinematek memeriksa kopi film ini nampak kerusakan parah karena kelembapan dan juga ada kopian negatifnya yang hilang.
Proses reparasi ini melibatkan Liarsip, Perpusnas, Sinematek, dan ANRI. Firdaus dari Sinematek berujar bahwa beberapa reel negatif sudah tidak ada. Lapisan pelindung reel sudah mengkristal dan banyak jejak kelembapan.
Proses digitasi Dr Samsi melewati proses panjang. Diawali dari inspeksi lalu reparasi kemudian alih media dengan menggunakan mesin scanner baru sinkronisasi. Setelah inspeksi makan proses selanjutnya adalah reparasi oleh tim yang terdiri dari Aditya Martodiharjo, Lisa, dan Efi Sri Handayani melakukan reparasi film.
Saat proses reparasi terlihat bawah reel emulsi sudah rapuh, ada yang kondisi reel keriting, ada bagian yang sobek lalu disambung. Kemudian juga ada sindrom cuka.
Pada saat proses scanning, M. Taufiq Marhaban melakukan metode scanning mundur untuk meminimalisasi frame yang tidak stabil. Kemudian ada peran dari Minikino untuk melakukan transkrip dialog yaitu Cika dan Fira.