Berjualan dulu tidak ada dalam kamusku. Rasanya aku cukup pemalu dan tidak begitu percaya diri untuk menawarkan barang. Namun, ketika mendapat tim ataupun rumusan yang pas, membuat sesuatu dan kemudian menjualnya itu sebuah aktivitas yang menarik. Kedua kakakku juga demikian, mereka pun merintis berbagai usaha dari membuat boneka flanel, berjualan tahu bakso, hingga memiliki stan bubur bayi.
Aku masih ingat pengalamanku menawarkan barang dagangan dari produk buatan sendiri itu pada sebuah bazaar di SMA. Seorang panitia memintaku ikut berjualan di stan bazaar pada H-3, membuat kelimpungan apa yang hendak kujual. Selain tidak ada modal, aku juga tidak punya bayangan apa yang bakal kubuat. Kakakku memberikan ide untuk membuat berbagai benda kerajinan dan kertas daur ulang. Maka aku dan kakakku pun kemudian membuat kertas daur ulang dari kertas koran dan kertas-kertas yang tak terpakai. Pewarnanya kami menggunakan warna dedaunan, kunyit, dan lainnya dari pewarna kue. Bahan-bahan itu kemudian kami jemur agar siap digunakan sore keesokan hari.
Aku tidak ahli membuat kerajinan. Maka aku pun menjadi asisten kakak untuk memotong-motong dan mengelem. Kami tambahkan biji-bijian kering dan cangkang kerang sebagai hiasan. Akhirnya jadilah kotak pensil, pigura, dan tempat menyimpan kartu nama. Di luar ekspektasiku, semua daganganku itu laris-manis. Aku pun membagi dua keuntungan tersebut bersama kakak. Kakak sendiri bersama kawan-kawannya kemudian serius menggeluti usaha kerajinan daur ulang itu. Alat-alatnya pun lebih canggih sehingga hasil kertasnya lebih halus dan rapat. Ia menitipkannya ke sejumlah toko dan lumayan berhasil. Ia pun mendapat tambahan uang saku lumayan besar hingga lulus kuliah dan bekerja di tempat lain.
Serunya Berwirausaha Cokelat Praline
Memang tidak semua menyukai cokelat dan makanan manis, tapi peminat cokelat itu besar, termasuk kaum dewasa. Gara-gara mata kuliah wirausaha, maka aku dan kelima temanku kemudian serius menggeluti usaha cokelat praline. Sebelumnya, kami melakukan riset kecil-kecilan, berapa jumlah patungan untuk modal, dimana membeli cokelat dan kemasannya, serta bagaimana mempromosikan dan menjualnya.
Katakan dengan cokelat. Itu menjadi salah satutagline kami. Setelah melakukan uji coba, kami pun siap menawarkan produk kami. Sasaran kami siapa lagi kalau bukan teman-teman di kampus. Kami pun menyiapkan sampel untuk icip-icip dan brosur sederhana.
Saat itu perjalanan wirausaha kami berjalan lamban. Pembelinya seputar kawan-kawan kami saja. Akhirnya kami nekat berjualan saat wisuda. Hari pertama sepi dan hanya laku dua kotak. Tapi hari berikutnya laris-manis. Sejak itu kami mulai bersemangat untuk menawarkan cokelat, membuat kemasan yang lebih menarik, dan mencoba menitipkannya ke toko-toko kue.
Yang paling susah sebenarnya membuat kemasan. Kami menyisihkan waktu untuk membuat kemasan dari karton yang tebal. Kami gunakan mika sebagai tutup dan kami hiasi dengan pita emas. Kami membuat kotak untuk isian tiga cokelat hingga yang membuat tujuh cokelat. Untuk varian rasanya kami melakukan sesi uji coba. Kami membeli beberapa jenis cokelat, cokelat susu, dark choco, cokelat stroberi, white choco, cokelat blueberry, kemudian kami coba padukan dengan isian seperti karamel, mede, almond, dan kismis.
Usaha cokelat praline kami ini lama-kelamaan cukup populer. Kami menggunakan nama Frauline Socholade. Selain menitipkan ke toko-toko, kami juga memberi peluang ke teman-teman untuk menjadi reseller. Tapi akhirnya usaha kami ini terpaksa berhenti setelah aku lulus kuliah. Kawanku dan kakakku meneruskan usaha ini, tapi tidak semoncer waktu kami masih komplet menjalankan usaha ini. Â Terbesit niat untuk kembali membuka usaha ini suatu hari.
Dari Tahu Bakso, Kerajinan Flanel, Hingga Bubur Bayi