Mohon tunggu...
Deswari Dewi
Deswari Dewi Mohon Tunggu... Lainnya - Memulai menulis..

Saya memilih untuk bahagia hari ini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membunyikan Relief, Mendengarkan Riuhnya Orkestra Kuna

16 Mei 2021   23:45 Diperbarui: 16 Mei 2021   23:47 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Balai Konservasi Borobudur

'Membunyikan relief', istilah yang saya pinjam dari tulisan Mbak Trie Utami di Sound of Borobudur Movement untuk mengawali tulisan ini. Istilah yang membuat saya terpikat saat itu juga ketika membacanya. Sama seperti saat mulut kita bisa basah oleh air liur ketika hanya dengan melihat foto makanan. Indera pendengaran yang seolah bisa menangkap getaran suara hanya dengan melihat objek, sungguh sangat menarik! Objek yang sedang dibicarakan itu adalah pahatan alat musik pada relief Candi Borobudur.

Sebetulnya setiap akan membicarakan Candi Borobudur saya bingung harus mulai darimana atau hendak membicarakan apanya. Sebab, bukan hanya wujudnya saja yang besar (candi Buddha terbesar di dunia), tapi ternyata juga menyimpan banyak sekali cerita tentang kehebatan kita pada 13 abad yang lalu. Kehebatan yang sampai saat ini masih ada saja yang bisa digali. Seperti sebuah peti harta karun yang saat kita merogohnya tidak ada habis-habisnya tangan kita mendapati benda berharga dari sana.

Candi Borobudur mewariskan masa lalu salah satunya melalui penggalan adegan yang terpahat dalam panil-panil relief. Membolehkan kita sebagai pewarisnya melihat dan membaca cerita masa lalu itu. Relief yang merupakan cikal bakal wayang pada masa berikutnya, memuat adegan dan cerita yang sudah pasti mengandung pesan yang ingin disampaikan. Tidak hanya untuk manusia yang tinggal di masa itu tetapi juga untuk manusia jauh beberapa abad setelahnya, kita.

Sudah banyak sekali aspek yang berhasil digali dari rangkaian panil relief Candi Borobudur, salah satunya adalah seni. Dari banyaknya ragam seni yang tergambarkan, alangkah beruntungnya kita bisa mengetahui seni musik yang ada pada masa lalu. Terpahat pada batu-batu hitam itu sebanyak 226 alat musik jelas dengan gambaran cara memainkannya. Informasi awal inilah yang dengan jeniusnya mencoba diejawantahkan oleh Sound of Borobudur. Begitu konsisten dan persistennya mencari, mengumpulkan, membuat ulang, menemui kegagalan lalu mencoba lagi. Mungkin orang-orang hebat ini lebih cocok disebut sebagai mahasiswa-mahasiswa yang sedang totalitas melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Bedanya, ini adalah tugas tanpa akhir, dan saya berharap akan terus ada generasi yang melanjutkan semangat dari Sound of Borobudur.

Salah satu hal menarik yang juga dibahas oleh Mbak Trie Utami dalam tulisannya, adalah fakta bahwa pada abad ke-8 (masa di mana Candi Borobudur dibuat) sudah adanya ansambel musik yang terdiri dari 4 kelompok sumber bunyi dan memenuhi persyaratan sebagai sebuah musik orkestra. Fantastis!

Relief Lalitavistara, Sumber Foto: Balai Konservasi Borobudur.
Relief Lalitavistara, Sumber Foto: Balai Konservasi Borobudur.

Terbayangkankah harmonisasi seperti apa yang tercipta dari sumber-sumber suara di atas? Kalau saya sih tepat seperti yang teman-teman Sound of Borobudur Orchestra mainkan di setiap konser musiknya. Begitu raya akan suara. Riuh dan semarak dengan tempo yang dinamis. Kemudian saya membayangkan saat adegan itu dimainkan pada masanya. Di bentangan alam yang rimbun lagi sunyi, sayup-sayup terdengar alunan harmonisasi nada yang menggema di alam raya. Pusat peradaban manusia boleh dari mana saja. Namun, sepertinya sahih jika dikatakan bahwa Borobudur pusat musik dunia.

Di tengah teknologi digital seperti sekarang ini, sepertinya akan sangat menyenangkan jika suatu hari nanti berkunjung ke Candi Borobudur, kita bisa berinteraksi dengan relief  menggunakan teknologi Augmented Reality melalui ponsel yang ada di tangan kita. Khususnya terhadap pahatan alat musik yang tergambar pada relief. Sehingga ketika kita arahkan ponsel kita ke arah pahatan tersebut, kita bisa mengetahui contoh bunyi yang dihasilkan dari jenis alat musik itu. Sungguh benar-benar 'membunyikan relief' dalam arti yang sebenarnya, bukan? 

Borobudur ingin menyampaikan pesan bahwa sejak dulu kita sudah memiliki cita rasa yang tinggi akan musik. Dan hubungan antara musik dengan tingkat kecerdasan emosional sudah tentu bukan rahasia umum lagi. Terbayang kan betapa kerennya nenek moyang kita saat itu. Saatnya kita melanjutkan pesan itu. Kita bangun lagi cita rasa itu, lalu sampaikan kepada dunia bahwa kita 'sudah kaya dari sananya'. Mungkin akan sulit merubah peribahasa 'tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina', tetapi jika Cina terasa begitu jauh..kita bisa duduk sejenak dan membuka catatan lama pendahulu kita melalui wonderful Borobudur, wonderful Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun