Mohon tunggu...
Putu Devi
Putu Devi Mohon Tunggu... Penulis -

Ketika curahan rasa lebih indah dalam barisan kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lalu Lintas Kacau, Bukti Infrastruktur Kacau

16 Juli 2018   12:50 Diperbarui: 16 Juli 2018   13:16 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah banyak pengalaman tentang berkendara di tanah air ini, yang ujung-ujungnya berakhir dengan stress atau adu mulut. Pagi itu, seperti biasa saya hendak berangkat ke kantor, namun ternyata ada mobil tetangga yang parkir seenaknya sampai menghalangi lajur keluar mobil saya. 

Jika saja saat itu, saya tidak terburu-buru, dan jika saja hal ini terjadi untuk pertama kalinya, mungkin saya masih bisa memberitahukan dengan sangat baik-baik, tapi saat itu kondisinya berbeda. Mepetnya jam berangkat dan geramnya saya dengan keadaan ini yang sudah terulang kesekian kalinya membuat saya tidak bisa mengutarakan hal dengan meredam emosi, sampailah kami kepada adu mulut yang justru semakin mengulur waktu berangkat kerja saya.

Kejadian seperti ini pasti pernah saudara alami, atau justru sering. Penataan ruang parkir, alur lalu lintas bahkan kesadaran masyarakat saat berkendara sangatlah kurang. Seringkali kita melihat mobil parkir sembarang di ruas kanan kiri jalan, padahal jalanan sangat sempit, yang hanya menyisakan sedikit ruas ketika berpapasan. 

Nah lebih parahnya, banyak motor terkesan acuh memarkirkan motornya di pinggir jalan, yang padahal jika ada mobil berpapasan dapat membuat kaki dan bahu pegal karena harus mengatur kopling dan mendongak untuk memastikan ukuran mobil.

Itu baru masalah parkir, lain halnya saat berkendara, apalagi saat macet. Jangan harap deh mobil yang mau nyebrang bisa cepet dapet ijin dari yang lain, pasti banyak pengendara saling berebut haluan dan sangat malas menginjak rem. 

Lalu lintas itu seakan bukan tempatnya saling menghormati, namun saling mendahului. Sangat berbeda dengan aturan lalu lintas di negeri Eropa sana yang sangat mendahulukan respect saat berkendara terutama bagi pejalan kaki.

Permasalahan selanjutnya adalah alih fungsi trotoar. Sebenarnya di Indonesia sangat minim ada pejalan kaki. Kebanyakan orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, kalau tidak dengan motor ya dengan mobil. 

Bahkan kalau dilihat dari segi fungsi tersebut, sebetulnya trotoar sudah tidak diperlukan lagi. Bayangkan, trotar kini beralih fungsi menjadi penghindar macet. Saat di lampu merah, ataupun macet yang panjang, tidak sedikit pengendara yang memilih melewati trotoar untuk menghemat waktu. Alhasil, banyak trotoar yang kini berlubang karena mendapat beban yang tidak seharusnya.

Tambahan khusus untuk Bali. Jalan raya sering kali macet hanya karena upacara keagamaan, dan tentunya masyarakat tidak akan berani menentang karena sama saja dengan tidak menyetujui perintah agamanya. 

Namun perlu diperhatikan pula, bahwa ada makna ambigu antara upacara agama dan upacara adat, yang maknanya selalu disamakan. Jadi, sebagian atau bahkan seluruh ruas jalan biasanya dipakai umat untuk kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh desa adat, sehingga tidak jarang menimbulkan kemacetan bahkan sampai mengenai ruas jalan yang lain. 

Sebenarnya hal ini tidak masalah, asalakan desa adat bekerja sama dengan polisi menyebar luaskan jauh hari sebelumnya mengenai kegiatan keagamaan tersebut serta memberikan jalur alternatif. Apalagi dunia sekarang bergerak sangat cepat dengan teknologinya, seharusnya penyebaran informasi sesederhana ini tidaklah menjadi hal yang susah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun