Mohon tunggu...
Devi Nur Aini
Devi Nur Aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Inggris

Life goes on

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menanggapi Kasus Kekerasan Seksual Anak

27 November 2021   11:44 Diperbarui: 27 November 2021   22:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kekerasan seksual tidaklah memandang umur, karena anak dibawah umur pun banyak yang menjadi korban kasus kekerasan seksual.

Apa yang dimaksud kekerasan seksual anak?

Kekerasan seksual anak merupakan interaksi yang terjadi antara anak dengan orang yang lebih tua, yaitu orang dewasa asing, saudara sekandung atau orang tua menuju ke hal negatif.

Menanggapi kasus kekerasan seksual anak, kasus ini justru lebih banyak dirahasiakan daripada dilaporkan. Juga jarang dibicarakan baik dari pelaku maupun korban, karena baik korban maupun keluarga merasa malu dan merasa bahwa hal tersebut adalah aib sehingga mereka memilih menyembunyikan hal tersebut. Karena itulah tidak banyak orang yang tahu bahwa sebenarnya kasus kekerasan seksual anak yang terjadi hanya terlihat sebagian kecil saja.

Sebagian besar korban kekerasan seksual anak berusia 5-11 tahun. Jenis kelamin tidak berpengaruh pada hal ini karena pelaku hanya mementingkan bagaimana hasrat seksual mereka dapat tersalurkan. Komisi  Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2010-2014 menyebutkan bahwa, sekitar 42%-62% dari seluruh  KtA  merupakan kasus kekerasan seksual dan tempat  kejadian terbanyak ada dirumah dan sekolah, sehingga rumah dan sekolah tidak lagi menjadi tempat yang aman bagi anak. Karena mayoritas pelakunya bukan hanya orang asing tetapi juga anggota keluarga seperti ayah tiri, ayah kandung, saudara, dan orang dekat lainnya. Diperlukan penanganan khusus bagi korban kekerasan seksual anak,  karena dampak psikologis yang bisa ditimbulkan yaitu depresi, fobia, mimpi buruk, curiga terhadap orang lain dalam waktu yang cukup lama.

Ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Dimana sila ke-5 yang berbunyi "Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia", dengan contoh sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai pancasila sila ke-5 yaitu:
1. Bersikap adil terhadap sesama manusia.
2. Menjujung tinggi nilai kebenaran dan keadilan.
3. Bertanggung jawab terhadap semua perbuatan yang telah dilakukan.

Dengan begitu hukum bagi pelaku kekerasan seksual anak perlu ditegaskan dan ditindaklanjuti. Hukum bagi pelaku kekerasan seksual anak berdasarkan peraturan yang berlaku, yaitu:
1.UU No.23 Tahun 2002
2.UU No.35 Tahun 2014 Pasal 81 dan 82
3.Pasal 287 KUHP
4.Pasal 292 KUHP (pemaksaan hubungan kelamin sesama jenis)

Hukum yang berlaku perlu ditegakkan dan bersikap adil dalam mengadili pelaku, menjunjung tinggi kebenaran tanpa ada berat sebelah, dengan begitu masyrakat Indonesia akan berpikir lagi terhadap apa yang akan diterimanya setelah melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anak.

Hukuman bagi orang yang melakukan kekerasan seksual juga terdapat pada Al-Qur'an surat An-Nur ayat ke-2 .

Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

Pengetahuan mengenai kekerasan seksual anak sangatlah rendah, sehingga diperlukan adanya edukasi bagi masyarakat Indonesia mengenai faktor, dampak, dan ciri-ciri korban serta pandangan terhadap kasus ini. Agar mereka dapat mengetahui nya ketika anak mereka mulai berperilaku aneh serta menjadi pendiam dalam waktu yang mendadak untuk  segera mendapat penanganan.

Perlunya dukungan kepada korban kekerasan seksual anak agar dapat bersuara, memperjuangkan hak kebenaran, keadilan dan pemulihan. Karena pada saat ini, lebih banyak korban yang bungkam ataupun dipaksa untuk bungkam atas hal yang terjadi dibanding mereka mengutarakannya. Hal tersebut terjadi salah satunya karena tidak ada dukungan dari orang-orang disekelilingnya sehingga mereka lebih memilih untuk diam.

Penulis :

Dr. Ira Alia Maerani, S.H.,M.H. (Dosen FBIK Unissula)

Devi Nur Aini (mahasiswa Sastra Inggris, FBIK, Unissula)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun