Kampung adat keputihan adalah kampung tradisional yang masih memegang teguh adat istiadat. Kampung keputihan terletak di Desa Kertasari, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Suasana di kampung ini masih asri dan dikelilingi oleh pepohonan. Kampung adat keputihan terdiri dari 29 kepala keluarga (KK) serta sekitar 17 rumah adat yang masih ada hingga saat ini. Dalam keseharian masyarakat keputihan menggunakan bahasa asli yaitu bahasa Cirebon dan bahasa Indonesia digunakan untuk warga  pendatang.Â
Kampung keputihan menjadi salah satu kampung yang unik di Cirebon karena selain memiliki ciri khas arsitektur rumahnya, masih terdapat adat istiadat yaitu larangan-larangan dalam membuat rumah seperti larangan rumah yang terbuat dari semen maupun batu, jendela yang terbuat dari kaca, dan atap yang terbuat dari genting. Masyarakat kampung adat keputihan dalam membangun rumah yaitu dengan memanfaatkan alam seperti membuat atap rumah menggunakan daun tebu dan untuk membuat tembok rumah menggunakan daun bambu yang dianyam serta alas rumah menggunakan pasir.Â
Jika adat istiadat leluhur dilanggar oleh masyarakat kampung keputihan, maka akan terjadi bencana seperti penyakit dan kesulitan dalam mencari rezeki. Peristiwa beberapa tahun lalu membuktikannya yaitu terdapat warga pendatang yang membuat rumah di kampung adat keputihan dengan menggunakan semen dan atapnya menggunakan genting tidak lama salah satu anggota keluarga terkena penyakit dan meninggal. Hal ini juga pernah dirasakan oleh narasumberÂ
"saya juga pernah melanggar aturan karena saya ingin membuat kamar mandi yang nyaman dan tertutup yaitu dengan menggunakan tembok semen setelah dibuat semua anggota keluarga saya terkena musibah penyakit" ujar Sartina.Â
Larangan-larangan ini masih dipatuhi hingga sekarang dan menjadi sebuah aturan yang dilakukan secara turun temurun dan bersifat mengikat. Hal ini, membuat masyarakat di kampung adat keputihan semakin berkurang dikarenakan pantangan dari leluhur sehingga banyak masyarakat yang membuat rumah di wilayah lain.Â
Dalam perkembangan zaman yang semakin canggih, banyak masyarakat  kampung keputihan dalam membuat rumah menggunakan alternatif lain yaitu GRC untuk menggantikan anyaman daun bambu dan atapnya menggunakan seng atau asbes karena daun tebu sudah semakin langka sehingga susah untuk dicari sekarang dan juga lebih bertahan lama. Banyaknya perubahan dalam membuat rumah tidak sedikit pun mengubah bentuk rumah adatnya.Â
Selain itu, terdapat larangan untuk membunyikan gong di kampung adat keputihan seperti tidak diperbolehkan mengadakan sandiwara dan wayang golek karena menggunakan peralatan gong. Hal ini menunjukkan bahwasanya masyarakat kampung keputihan masih sangat patuh terhadap adat istiadat leluhur yang sudah dilakukan secara turun temurun meskipun ditengah lajunya perkembangan zaman.Â