Jika dicermati secara seksama, belakangan ini orang-orang justru lebih mengenal produk dari Financial Tecnologi atau Fintech, dibanding artian mendalam dari Fintech itu sendiri. Siapa coba yang tak kenal dengan produk uang elektronik Go-pay, Kudo,ataupun Sakuku BCA? Saya rasa semua paham akan hal itu, hanya pemahaman akan cangkupan dari Fintech saja yang perlu dipahami lebih mendalam.
Khusus untuk Fintech Indonesia, mengacu pada data dari finansialku.com, cakupannya lumayan banyak, antara lain start up atau perusahaan rintisan pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, hingga riset keuangan.
Semua startup yang ada, sebab-musababnya bukanlah iseng-iseng belaka, disitu ada inovasi dan kreativitas yang dituangkan guna memudahkan masyarakat dalam hal memenuhi kebutuhan sehari-hari via aplikasi ponsel yang ada (mulai dari pesan taksi, makan, booking tiket pesawat dan hotel). Intinya, kehadiran Fintech itu ingin mencoba membuang stigma masa lalu, yang apa-apa harus serba antri dan berbelit dari segi aturan dan penyelenggaraannya. Kini, berkat kehadiran Fintech semuanya menjadi terbantu, bahkan anak usia Sekolah Dasar (SD) sekalipun, dapat merasakan nikmatnya 'online experience' ala Fintech, semisal berbelanja online.
Ironinya, tak semua ide bisnis yang berbuah start up dapat bertahan memberikan nilai tambah dan memberikan keuntungan ekonomis untuk kesinambungan usaha. Betapa tidak, realita melukiskan semakin banyak perusahaan rintisan yang bertumbuh, tak sedikit pula perusahaan rintisan yang nyaris runtuh hingga gulung tikar.
Keyakinan saya begitu kuat, karena dalam forum ini, bukan hanya sebuah masalah diulas senyaman diskusi sederhana dengan secangkir kopi ala kafe sebagai pelumas obrolan santai. Tetapi para pembicara yang hadir cukup menarik. Sebut saja Henry Koenaifi (Direktur BCA), Hermawan Thendean (Senior Executive Vice President of Strategic Information Technology BCA), Faisal Basri (Pengamat Ekonomi), Â serta dua orang dari pelaku start up, Indra Wiralakmana (Country Head & Director Ninja Xpress) & Rama Mamuaya (Founder & CEO DailySosial.id).
Melihat Perkembangan Perusahaan Rintasan Masa Kini
Guna mendapatkan fakta terkait perkembangan perusahaan rintisan masa kini, baiknya mengunduh catatan Center for Human Genetic Research (CHGR), pada 2016 Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki jumlah start up tertinggi di Asia Tenggara, yakni 2.000-an. Pada 2020, diperkirakan start up bertumbuh mencapai 13.000.
Data tersebut diperkuat pula oleh data dari Bank Indonesia yang menegaskan, selama 2016, para pengguna jasa perdagangan daring atau "e-commerce" tersebut telah membelanjakan 5,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp75 triliun atau jika dibagi per individu pengguna "e-commerce" di Indonesia rata-rata membelanjakan Rp3 juta per tahun.