Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Menari untuk Indonesia

2 Mei 2023   00:45 Diperbarui: 2 Mei 2023   01:31 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.gramedia.com/

Teringatnya, saat itu aku masih berusia sekitar 5 tahun ketika mama "menjerumuskanku" ke sebuah Sanggar Tari Bali.  Alasannya sangat menyebalkan, karena sanggar itu milik teman bapak, dan sedang mencari murid.  Sesederhana itu saja!  Hiks...tetapi menurutku, aku korban dari sepasang suami istri orang Bali yang sedang merintis sanggar tari.  Kebetulan si istri adalah anak buah bapak di kantor.  Maka jadilah aku "dijerumuskan" demi meramaikan sanggar tersebut.

Singkat cerita, aku menari setiap sore, seminggu 2 kali.  Kebetulan sanggarnya tidak jauh dari rumah.  Sehingga cukup dengan berjalan kaki saja didampingi si mbak yang setia memotivasiku.  "Anak cewek itu bagusnya bisa menari.  Nah, nanti kita minum es setelah nari yah."  Begitu mbak selalu menyogok aku karena ogah-ogahan.  Lha....iyalah, jam 4 sore mending juga main petak umpet dengan teman.  Ketimbang pergi ke sanggar.  Hahah.... itulah pikiran bocahku ketika itu.

Berjalan waktu, tidak tanggung-tanggung kepercayaan yang diberikan pelatih kepadaku.  Terus terang, terbilang cukup sering aku ikut pentas di gedung-gedung pemerintahan.  Bahkan kerap dipercaya untuk menyambut tamu negara di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).  Yup, tentunya itu di era Presiden Soeharto, di mana nyaris seluruh tamu negara pasti diajaknya ke TMII.

Berjalannya waktu, aku jatuh cinta benaran pada Tari Bali, dan segala rupa jenis tarian tradisional.  Menari telah merubahku dalam banyak hal.  Sebab, di antaranya kami diajarkan untuk menghargai waktu, disiplin dan mandiri.

Maksudnya, seiring bertambah besar dan naik tingkat, kami pun harus bisa memakai baju pentas dan rias dasar diri sendiri.  Selain tentunya juga bisa menghargai kekompakan agar selaras dalam tarian.  Artinya, kami tidak sekedar bisa menari.  Tetapi tarian tersebut harus memiliki jiwa, kami juga harus bersikap profesional.

Tidak terasa aku bertumbuh, dan bukan lagi bocah yang ogah-ogahan.  Bahkan ketika bapak dimutasi tugas, aku dipercaya untuk menari di salah satu TV daerah.  Luarbiasanya bagiku, aku mampu mempersiapkan diriku sendiri.  Wuih.... bangga, sudahlah pasti!  Sebab, tidak terbayangkan olehku, aku bisa menari tradisional.  Seperti ketika waktu akhirnya membawaku menari saat belajar di negeri orang, Melbourne tepatnya. 

Tidak ingat bagaimana persisnya, tetapi tetiba aku diminta datang ke Konsulat Jenderal Indonesia.  "Selamat siang .... (sambil menyebutkan namaku), dimohon kedatangannya di Konsulat Jenderal Indonesia."  Begitu pesan singkat answer machine saat aku baru saja kembali ke flat.  Wuih.... jujur jantungan!  Bertanya-tanya adakah yang tidak beres dengan keberadaanku?  Tetapi rupanya, gegara seorang teman menceritakan bahwa aku menguasai tarian Bali.

Selanjutnya, berawal dari sinilah aku diminta mengisi acara Kemerdekaan Indonesia di Melbourne.  Satu yang membuatku bangga dan menetes airmata adalah, aku tampil sebagai penari pembuka.  Padahal, jika melihat ke belakang, aku hanyalah bocah ogah-ogahan yang diminta gabung di sanggar tari.  Tetapi kali ini, aku menari untuk Indonesia di Melbourne!

Aku tidaklah bangga karena bisa menari Bali.  Tetapi karena aku mencintai negeriku Indonesia.  Tubuhku terasa lemas ketika mata-mata bule dan orang-orang Indonesia yang berada jauh di negeri orang memandangiku menari, memandang Indonesia!

Di kesempatan itulah aku sungguh jatuh cinta pada Indonesia, dan bangga menjadi orang Indonesia!  Bagiku, begitu indahnya musik dan tarian tradisional Indonesia.  Nyatanya, lihat mata-mata itu terhipnotis!  Seandainya mereka tahu, hatiku ketika itu meledak-ledak haru!  Terlebih tak lama kemudian Lagu Rayuan Pulau Kelapa menyusul dibawakan anak-anak Indonesia lainnya.  Sejuta rindu kami pada Indonesia yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.  Tetapi terwakilkan oleh airmata yang sulit untuk dibendung.

Lewat dari tiga tahun aku menghabiskan masa kuliah yang diselingi kerja di Melbourne.  Selama itu juga aku selalu menari di setiap acara resmi yang diselenggarakan oleh Konsulat Jenderal, ataupun Komunitas Indonesia.  Termasuk juga acara budaya yang mempromosikan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun