Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Diary

Animasi Bercerita

13 September 2021   01:27 Diperbarui: 13 September 2021   01:27 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.cnnindonesia.com

Kecemplung menjadi panitia perpisahan di saat pandemi bagiku airmata.  Aku katakan airmata karena tidak sedikit teman anakku yang memutuskan bekerja setelah mereka tamat SMA.  Kondisi seperti ini di sekolah swasta tidak terlalu terasa.  Tetapi di negeri nyata sekali, contohnya separuh kelas anakku saja siswa penerima bantuan.  Mimpi melanjutkan pendidikan pun pupus dikalahkan rupiah.  Padahal tidak sedikit diantara mereka menyimpan potensi.

"Iya ibu, anak saya rasanya sulit untuk melanjutkan kuliah.  Bapaknya saja sedang sakit berat, kanker dan bolak-balik kemo.  Jadi terlalu bermimpi mungkin bagi kami." Jawaban lugu seorang ibu ketika aku menanyakan kenapa selama ini tidak pernah bersuara di WAG kelas kami.  "Tetapi entahlah bu, tanyakan saja anaknya.  Orang tua mana yang tidak ingin anaknya maju.  Tetapi, inilah kondisi kami," lanjutnya jujur.

Sore yang membuatku ngilu, dan entah kebetulan atau tidak, seorang teman di komunitas menulisku memposting berita kelas animasi yang diadakan Kominfo.  Seingatku, putriku pernah bercerita anak si ibu ini suka menggambar.  "Kak, bisa minta nomor telepon .... (menyebut nama anak si ibu)." Teriakku menanyakan kepada putriku karena mereka sekelas.

"Iya tan, aku tidak tahu mau kemana setelah SMA.  Kuliah tidak mungkin tan, karena tidak ada biaya.  Mending saya kerja, bantu bapak dan ibu cari uang.  Bapak saya sakit tan."  ceritanya mengalir apa adanya, dan membuat tulang-tulangku ngilu.

Inisiatifku menelepon random anak-anak penerima bantuan.  Bukan karena kepo, tetapi karena tahu banyak dari mereka memiliki potensi.  Tidak rela saja kalau akhirnya berakhir karena keterbatasan.  Sebab saat ini peluang untuk maju itu terbuka luas, karena informasi dengan mudah bisa kita dapatkan di internet.  Termasuk juga mengenai program beasiswa ataupun kelas-kelas gratis untuk menempa bakat.  Kabar baik seperti inilah yang kerap aku share di group WA kelas kami.

Percaya bukan sebuah kebetulan berita Kominfo itu aku temukan.  Berita yang membangkitkan semangat hidup seorang anak.   "Serius tan, kelas ini gratis?  Saya suka animasi tan, tapi apa iya ada kelas gratis?  Ahhha...terlalu tidak mungkin tante, karena pengajarnya orang-orang hebat.  Tapi saya sih sudah daftar, kelasnya Sabtu dan Minggu dari jam 10.00 -- 12.00 WIB.  Terus dapat e-sertifikat juga tan.  Ahhh...apa iya yah tan?"  Katanya bersemangat ditengah keraguan.

"Hahah....kenapa jadi kamu yang menyimpulkan?  Kamu sendiri yang mencoba linknya dan mencari info lebih lengkap di Instagram.  Kenapa harus jadi ragu, kalau memang gratis dan diisi orang hebat lalu kenapa?" Kataku meyakinkannya sambil bercanda santai.

Tepat pada Sabtu kemarin, pagi-pagi aku ingat kelas anak ini. "Hei...hari ini kelasnya dimulai yah?  Cerita yah ke aku." Chat ku kepada anak ini.

Tidak pakai lama, "Siap tan, aku gugup euy." Jawabnya hidup, dan berbeda sekali dengan kali pertama percakapan kami.

Singkat cerita, malamnya aku telepon.  Cerita mengalir, diselingi tawa gembiranya.  "Tante, tadi yang mengajar orang-orang hebat.  Ada pencipta komik Si Juki, bla...bla...bla...lanjutnya menyebut beberapa nama komikus.  Saya juga dapat tugas loh tan!  Keren, hebat dan saya suka!" ceritanya gembira sekali, dan aku mendengarkannya haru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun