Kesimpulannya kuota tidak serta merta menjadi solusi. Â Meski memang Mas Menteri Nadiem Makarim juga sudah hadir dengan kurikulum darurat, yaitu kebijakan yang memperbolehkan sekolah menyederhanakan kurikulum secara mandiri. Â Harapannya ini dapat meringankan beban peserta didik dan juga pengajarnya.
Tidak ada jawaban yang bisa menyenangkan semua pihak itu sudah pasti, tetap benjol atau kejedot. Â Tetapi, kembali kepada intinya bahwa adalah hak setiap pelajar Indonesia untuk belajar dan mendapatkan pengajaran. Â Sehingga fokusnya adalah bagaimana agar ilmu dapat ditransfer di kondisi sesulit ini.
Menurut penulis ini tanggungjawab bersama, selain utamanya anak yang harus mampu belajar secara mandiri. Â Berharap dengan kurikulum darurat materi pelajaran bisa dibuat sederhana, tetapi mampu menggali daya kreatifivitas anak.Â
Bisa jadi mereka mencari sendiri informasi dari internet, yang dalam hal ini dapat mengandalkan kuota entah dari Dana Bos ataupun pemerintah. Tetapi bisa juga belajar dari lingkungan sekitar.Â
Misalnya untuk pelajaran Biologi tentang tanaman, anak dibebaskan mengeksplor dari tumbuhan di pekarangan, atau bahkan dari bumbu dapur ibunya.
Menganggap kuota malaikat penyelamat pendidikan di masa Covid sangat tidak tepat. Â Kuota tidak menjadi jawaban, tetapi keberadaan kita semua untuk anak adalah dukungan yang sangat berarti.
Kita disini bukan hanya guru atau sekolah, pun juga bukan hanya negara. Â Kita adalah semuanya, termasuk orang tua pastinya yang sebisa mungkin mendampingi, pemerintah daerah, lapisan masyarakat dan swasta yang bahu membahu sesuai porsinya mengatasi pendidikan di masa Covid. Â Kita harus hadir untuk anak-anak ini agar mereka tetap mendapatkan hak untuk belajar, dan tetap semangat untuk mengejar cita-citanya.