Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tarik Ulur RUU PKS Diskriminasi Perempuan sebagai Objek Seks

3 Juli 2020   02:51 Diperbarui: 3 Juli 2020   02:44 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pikiran-rakyat.com

Tarik ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) adalah cermin kedudukan perempuan di dalam masyarakat Indonesia masih sebatas obyek.  Pada RUU yang bertujuan menghapus kekerasan seksual dan mencegah terjadinya kekerasan seksual.  Dimana termasuk juga menangani, melindungi, memulihkan serta menindak atau memberikan sanksi hukum kepada pelakunya sangatlah mendesak untuk memberikan keadilan..

Ada banyak bentuk kekerasan seksual yang tidak harus berarti kekerasan fisik, tetapi juga bisa berupa pelecehan, eksploitasi, pemerkosaan, pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, perbudakan, penyiksaan dan lain-lain.  Baik itu yang terjadi di dalam lingkup diri sendiri, keluarga, rekan, maupun publik.

Inilah yang belakangan ini marak terjadi di tengah masyarakat, tetapi justru korban mendapatkan perlakuan yang tidak adil.  Bukan hanya karena apa yang dialaminya, tetapi juga pandangan masyarakat yang seolah menjadi hukuman tambahan baginya.  Sementara pelaku dibiarkan bebas dari jerat hukum.

Secara umum kekerasan seksual ini terjadi pada perempuan.  Pada banyak kasus perkosaan justru korban dianggap jadi penyebabnya, misalnya gerak tubuh atau cara berpakaian sering dianggap sebagai pemicu.  Padahal, tidak sedikit juga perempuan dengan pakaian tertutup dan pantas pun menjadi korban pemerkosaan, karena pada dasarnya semua tinggal bergantung dari pikiran kotor dan niat jahat si pelakunya saja.  Sebagai contoh, pada kasus seorang ayah yang tega memperkosa anak kandung ataupun anak tiri yang dibesarkannya.  Apakah, secara akal sehat ini bisa diterima jika bukan dikarenakan niat jahat dan pikiran kotor!

Belum lagi kenyataan menyedihkan korban pemerkosaan yang hingga hamil dan kemudian diperhadapkan dengan sanksi hukum jika aborsi, sementara dirinya tidak menghendaki janin yang ada dalam kandungannya, atau bisa juga dirnya dipaksa untuk aborsi.  Lalu bertambah rumit pada beberapa kejadian, korban terpaksa menikah dengan pelakunya, berdalih jalan damai?  Lalu dimana keadilan disini bagi perempuan?

Pemerkosaan bukan satu-satunya bentuk pelecehan terhadap perempuan dalam kehidupan masyarakat kita.  Faktanya, didalam masyarakat Indonesia, kedudukan perempuan masih dianggap sebagai obyek seks, karena masih adanya pandangan perempuan itu lemah.

Itulah sebabnya RUU PKS mendesak segera disahkan, dan bukan berakhir dengan dicabut dari Prolegnas Prioritas tahun 2020 untuk dijadwalkan tahun 2021.  Kondisi ini akan membuat perempuan kehilangan payung hukum, dan memberikan kebebasan kepada pelaku kejahatan seksual tanpa harus khawatir sanksi hukumnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun