Mohon tunggu...
Devy Selfira
Devy Selfira Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bonus Demografi Jadi Tantangan Sekaligus Peluang Bagi RI, Khususnya Pertanian Organik

11 April 2019   23:39 Diperbarui: 12 April 2019   00:11 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Halo sahabat kompasiana, perkenalkan nama saya Devy Selfira, NIM N011181001 dari GB 13. Melalui kesempatan ini, saya akan membahas mengenai bonus demografi yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi RI, yaitu khususnya pada pertanian organik di Indonesia.

Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Indonesia merupakan salah satu Negara ekonomi yang berkembang dengan populasi sekitar 252 juta orang dengan pertumbuhan pada tahun 2015 diperkirakan 1,9 dan pertumbuhan ekonomi 5,2 (BPS 2015). Indonesia memiliki wilayah yang luas yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brasil. Dengan wilayah yang luas dan subur, Indonesia memiliki beragam produk pertanian tropis.

Menurut perkiraan pemerintah Indonesia, antara tahun 2020 dan 2030 Indonesia akan mengalami bonus demografis (David, 2016). Bonus demografis merupakan ilmu yang berhubungan dengan kependudukan dan kajian kependudukan, yang biasanya diidentikkan dengan angka ketergantungan (perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif dan usia non produktif yang dikalikan 100). Yang dimaksud dengan usia produktif adalah orang yang berumur 15-64 tahun, sedangkan yang dimaksud dengan usia non produktif adalah anak di bawah 15 tahun dan orang yang berumur di atas 64 tahun.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam. Hampir seluruh rempah-rempah dan bahan pangan ada di Indonesia. Jadi tidak heran jika Indonesia menjadi salah satu Negara yang memiliki permintaan tinggi untuk produk pertanian, khususnya pertanian organik. Sebagai akibat dari adanya bonus demografis dan merupakan salah satu Negara dengan permintaan tinggi untuk produk pertanian, maka jumlah orang dewasa usia kerja meningkat dengan cepat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan per kapita di antara sebagian besar rumah tangga kelas menengah.

Perluasan pasar makanan organik tergantung pada kenaikan pendapatan dan tingkat pendidikan, di mana karakteristik konsumen makanan organik Indonesia saat ini terdiri dari rumah tangga kelas menengah yang berpendidikan tinggi. Peningkatan populasi Negara dan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan belum tentu mengarah pada peningkatan konsumsi produk organik di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan pasar makanan organik Indonesia telah ditangkap oleh konsumen di luar negeri.

Produksi pertanian menyumbang 14,4 dari total PDB dan mempekrjakan sekitar 38,6 dari angkatan kerja (BPS 2014). Bank dunia mengkategorikan Indonesia menjadi berpendapatan menengah ke bawah dengan PDB 868,3 juta USD. Pada tahun 2012, sektor pertanian mempekerjakan sekitar 49 juta orang Indonesia, yang mewakili 41 dari total angkatan kerja Indonesia. Sektor pertanian Indonesia terdiri dari perkebunan besar dan petani kecil. Perkebunan besar cenderung memfokuskan komoditas yang merupakan produk ekspor penting seperti kelapa sawit dan karet, sedangkan petani kecil cenderung lebih fokus pada beras, kedelai, jagung, buah-buahan dan sayuran.

Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia

Pertanian organik di Indonesia dimulai dengan kampanye revolusi hijau pada tahun 1980. Revolusi hijau telah berdampak baik pada lingkungan dan sosial ekonomi. Yang menjadi alasan utama pendirian pertanian organik di Indonesia adalah masalah lingkungan. Penggunaan pupuk N dan P yang berlebihan pada padi sangat umum di Indonesia yang menyebabkan kesuburan tanah, populasi tanah dan air, serta efek rumah kaca.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia dibagi menjadi tiga dekade utama, yaitu sebagai berikut.

  • Dekade awal organik 1.0 (1980-1990)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun