Mohon tunggu...
desak made alit juni antini
desak made alit juni antini Mohon Tunggu... s-1

hobi masak

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Revolusi Generatif: Memahami AI sebagai Kreator, Bukan Sekedar Analisis, dalam Perspektif Sejarah dan Matematisnya

12 September 2025   17:17 Diperbarui: 12 September 2025   17:32 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

1.  Dasar Konseptual & Teori

Artificial Intelligence (AI) didefinisikan sebagai sistem komputer yang dirancang untuk meniru kecerdasan manusia dengan belajar dari data, mengenali pola, membuat keputusan, dan menyelesaikan masalah (Russell & Norvig, 2010). Pada tahap awal, AI lebih berperan sebagai analis yang berfokus pada pengolahan data historis untuk menghasilkan klasifikasi, prediksi, atau rekomendasi, seperti dalam sistem rekomendasi, analisis risiko keuangan, atau diagnosis medis. Namun, perkembangan model generatif seperti Generative Adversarial Networks (GANs) dan transformer menggeser peran AI menjadi kreator yang mampu menghasilkan konten baru, mulai dari teks, gambar, musik, hingga desain ilmiah. Dengan demikian, perbedaan mendasar AI sebagai analis dan kreator terletak pada fungsi utamanya: analis merefleksikan data masa lalu untuk memahami dunia, sementara kreator menghasilkan kombinasi baru yang ikut membentuk dunia baru.

AI generatif adalah cabang kecerdasan buatan yang berfokus pada penciptaan konten baru baik berupa teks, gambar, suara, maupun desain dengan cara mempelajari pola distribusi data latih dan kemudian menghasilkan data baru yang mirip, tetapi tidak sama dengan data asli. Misalnya, model dapat membuat artikel baru berdasarkan pola bahasa atau menghasilkan gambar dari deskripsi teks.

Berbeda dengan AI tradisional, yang umumnya bersifat diskriminatif atau analitis (misalnya klasifikasi email spam, prediksi harga, atau deteksi penyakit berdasarkan data historis), AI generatif memiliki ciri khas utama:

  • Kemampuan Kreasi : menghasilkan konten baru, bukan hanya menganalisis.
  • Sifat Multimodal : dapat menghubungkan teks, gambar, suara, hingga video.
  • Orisinalitas Relatif : mampu mengombinasikan informasi lama untuk menghasilkan sesuatu yang tampak orisinal.
  • Fleksibilitas : digunakan di berbagai bidang, mulai dari seni, pendidikan, riset obat, hingga penulisan akademik.

Dengan demikian, AI tradisional berperan sebagai analis yang merefleksikan data masa lalu, sedangkan AI generatif berperan sebagai kreator yang membantu melahirkan pengetahuan, karya, dan solusi baru.

Kreativitas secara umum dipahami sebagai kemampuan menghasilkan ide, karya, atau solusi yang baru, berguna, dan bermakna. Kreativitas manusia berakar pada pengalaman hidup, emosi, intuisi, serta konteks sosial-budaya; ia tidak hanya menciptakan sesuatu yang baru secara teknis, tetapi juga memiliki kedalaman makna, nilai, dan orisinalitas personal. Sebaliknya, kreativitas mesin (machine creativity) dalam AI generatif lebih bersifat kombinatorial: mesin mempelajari pola dari data latih, lalu menghasilkan kombinasi baru yang menyerupai kreativitas, tetapi sebenarnya merupakan rekombinasi dari informasi yang ada.

Perbedaan mendasar keduanya terletak pada sumber inspirasi dan makna. Mesin tidak memiliki kesadaran, emosi, atau nilai subjektif, sehingga kreativitasnya terbatas pada hasil teknis yang dianggap "baru" menurut distribusi data. Sementara itu, manusia mampu mengaitkan kreativitas dengan pengalaman batin, nilai moral, dan konteks budaya. Namun, dalam praktiknya, kreativitas mesin dan manusia dapat saling melengkapi: mesin membantu eksplorasi ide-ide cepat dan luas, sedangkan manusia memberi makna, arah, dan interpretasi dari hasil tersebut.

2.  Perspektif Sejarah (Linimasa AI)

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) dapat dilihat dari beberapa tonggak sejarah penting. Pada abad ke-19, George Boole memperkenalkan logika Boolean yang menjadi dasar komputasi digital, sementara Charles Babbage merancang Analytical Engine sebagai cikal bakal komputer modern. Antara 1930--1950, Alan Turing mengembangkan konsep universal machine dan memperkenalkan Turing Test sebagai pertanyaan filosofis tentang kemampuan mesin untuk "berpikir". Tahun 1956, Konferensi Dartmouth yang digagas John McCarthy menandai lahirnya istilah Artificial Intelligence. Pada 1960--1980-an, fokus penelitian banyak diarahkan pada rule-based systems dan expert systems yang merepresentasikan pengetahuan melalui aturan logika.

Memasuki 1990--2010, AI berkembang pesat dengan munculnya machine learning, deep learning, serta dukungan big data yang memungkinkan sistem belajar lebih akurat dari kumpulan data besar. Tonggak baru terjadi sejak 2014--sekarang, ketika model generatif seperti Generative Adversarial Networks (GANs), Variational Autoencoders (VAEs), serta arsitektur transformer melahirkan Large Language Models (LLMs) seperti GPT. Inovasi ini menggeser peran AI dari sekadar analis menuju kreator, yang tidak hanya memprediksi berdasarkan data, tetapi juga mampu menghasilkan teks, gambar, musik, hingga desain ilmiah baru.

Evolusi AI tidak terjadi secara instan, melainkan melalui serangkaian fase historis:

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
    Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun