Mohon tunggu...
Derajat Fitra
Derajat Fitra Mohon Tunggu... Guru - Masih belajar

Iman-Ilmu-Amal

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Marxisme dan Pembebasan Manusia

11 Juni 2020   16:45 Diperbarui: 11 Juni 2020   16:55 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Meskipun dua pola pemikiran tersebut yang dikembangkan Marx, pemikiran Marx pada dasarnya adalah materialisme. Prinsip pemikiran Marx ini tidak berbeda dengan para pemikir materialisme sebelumnya, yakni bertumpu pada keyakinan bahwa kenyataan adalah bersifat materi dan menjadikan hasil observasi inderawi sebagai landasan berpikir.

Dengan demikian, pemikiran Marx jelas menafikan keberadaan Tuhan pencipta, keabsahan wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan, dan kebenaran agama karena agama bersandar pada wahyu dari Tuhan.

Dalam kritiknya terhadap Hegel, Marx menyatakan bahwa ketergantungan pada agama merupakan ekspresi kegelisahan dan protes terhadap kesulitan hidup, agama adalah desahan makhluk tertindas, jantung dunia yang tak berperasaan, sama seperti semangat kondisi tanpa roh, ia adalah candu manusia. Andaipun Marx mengakui adanya Tuhan dan agama, agama dan Tuhan yang dibayangkan Marx tersebut bukan lah Tuhan Yang Ada Tertinggi atau transenden, melainkan sesuatu yang bersifat material atau produk dari realitas material. Artinya, bagi Marx kebenaran tentang Tuhan atau kebenaran agama bukanlah berasal dari dunia di atas sana, melainkan direduksi menjadi sekedar hasil kesadaran yang merupakan perkembangan dunia material.

Visi Pembebasan Marxisme

Bagi Marx, kapitalisme membagi manusia menjadi kelas para pemilik modal yang menguasai alat-alat produksi dan kelas para pekerja yang hidup dengan menjual tenaga kerjanya kepada para pemilik modal. Keadaan ini menjadi penyebab terjadinya penindasan manusia terhadap manusia lainnya dan bukan suatu kebetulan, melainkan cerminan dari kepentingan penguasaan alat-alat produksi sebagai akibat niscaya dari upaya manusia untuk mempertahankan dan memperbaiki kehidupannya.

Artinya, pembebasan manusia dari persoalan hidup diri hanya dapat dicapai jika sumber penindasan, yakni sistem hak milik pribadi dapat dihapuskan. Keadaan tanpa sistem kepemilikan pribadi inilah yang diharapkan dapat ditemukan dalam masyarakat tanpa kelas dengan sistem kepemilikan bersama atau sosialisme.

Jika meninjau kembali pemikiran Marx, dalam Gothaer Program, ia menyatakan bahwa perubahan atau revolusi sosial pada permulaannya adalah bersifat politis. Pada mulanya terjadi melalui perebutan kekuasaan oleh kaum para pekerja (proletar) untuk kemudian mendirikan “diktator proletariat”. Jika kekuasaan negara berhasil menumpas kelas para kapitalis untuk mencegah mereka menguasai kekayaan dan sarana-sarana secara pribadi dan jika sisa-sisa perbedaan kelas dalam masyarakat telah hilang, maka dengan sendirinya diktator proletariat akan menghilang. Sehingga tercipta masyarakat komunis tanpa hak kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi, kelas-kelas sosial, negara dan pembagian kerja.

Sebagaimana dalam German ideology dijelaskan bahwa, “dalam masyarakat komunis masing-masing orang tidak terbatas pada bidang kegiatan ekslusif, melainkan dapat memperoleh kemahiran dalam bidang apapun, masyarakat mengatur produksi umum, sehingga memungkinkan mereka untuk bekerja hari ini, hal itu besok, pagi hari berburu, siang hari memancing ikan, sore hari memelihara ternak, setelah makan mengkritik…”

Namun pada kenyataannya, ide-ide utopis Marx tersebut terbukti gagal. Banyak negara komunis ataupun yang terinspirasi ide-ide Marx sekarang berubah menjadi berorientasi kapitalis. Selain itu, kaum proletariat atau para pekerja yang ditempatkan Marx sebagai jantung perubahan sosial telah banyak yang memperoleh kemakmuran dan sering termasuk kelompok yang menentang komunisme.

Herbert Marcuse, salah seorang pemikir Neo Marxis memandang bahwa optimalisasi teknologi modern dalam masyarakat kapitalis telah menancapkan kontrolnya secara lebih halus dan kuat, sehingga banyak di antara kalangan para pekerja berubah menjadi kelas baru yang sejahtera. Marcuse, yang juga salah seorang teoretisi kritis, mengibaratkan kondisi ini sudah seperti masyarakat tanpa kelas itu sendiri.

Para pemikir setelahnya, baik yang bercorak Neo-Marxisme maupun Post-Marxisme muncul mengkritisi pemikiran Marx. Namun, terlepas dari perdebatan beragam corak pemikiran yang menghadang pemikiran Marx, setidaknya terdapat satu hal yang membuat pemikiran-pemikiran Marxian sejalan dengan pemikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun