Latar Belakang
Ketidaksetaraan gender umumnya masih banyak dialami perempuan yang kerap ditempatkan pada posisi lebih rendah dalam kehidupan sosial, bahkan hingga tataran hukum. Kesetaraan gender idealnya tanpa adanya perlakuan diskriminatif terhadap pada laki-laki maupun perempuan. Namun, kondisi tersebut belum sepenuhnya terwujud di Indonesia. Praktik diskriminasi masih terjadi karena masyarakat sering memandang perempuan sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan laki-laki. Pandangan semacam ini tetap bertahan meskipun berbagai program dan sosialisasi mengenai kesetaraan gender telah dilakukan. Realitas ketidaksetaraan ini dapat dijumpai di berbagai aspek kehidupan, mulai dari ekonomi, pekerjaan, jabatan, politik, perkawinan, pendidikan, kesehatan, hingga aturan hukum dan sosial (Judiasih, 2022).
Budaya Patriaki
Patriarki menurut KBBI adalah sistem kekeluargaan yang mengutamakan garis keturunan dari pihak bapak. Istilah ini juga dipakai untuk menjelaskan sebuah tatanan sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pusat kekuasaan. Dalam sistem patriarki, laki-laki menjadi pemegang kendali utama dalam kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, hingga kepemilikan properti. Kuatnya dominasi patriarki di masyarakat turut mempersempit ruang gerak perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Akibatnya, muncul ketidakadilan gender yang terutama dirasakan oleh kaum perempuan sebagai pihak yang paling banyak dirugikan (Halizah & faralita, 2023).
Kaitan Budaya Patriarki dengan Ketidaksetaraan Gender
Budaya patriarki merujuk pada sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pusat Kelompok dominan yang berkuasa atas prempuan. Dalam struktur ini, peran laki-laki dianggap dominan dan memiliki kendali penuh dalam berbagai aspek kehidupan. Pandangan tersebut melahirkan anggapan bahwa laki-laki memiliki kodrat yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Akibatnya, perempuan ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dan kurang memiliki ruang untuk menentukan pilihan hidupnya. Ideologi patriarki inilah yang menjadi penyebab utama munculnya ketidakadilan gender yang masih banyak dialami kaum perempuan hingga kini. (Rahmawati, 2024).
Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam Budaya Patriaki
Menurut Koentjaraningrat, budaya dan ideologi merupakan hasil ciptaan manusia yang diwariskan secara turun-temurun, bukan sesuatu yang muncul begitu saja. Oleh karena itu, mewujudkan kesetaraan gender tetap memungkinkan, meskipun masyarakat telah lama hidup dalam sistem patriarki. Perubahan menuju keadilan gender merupakan proses jangka panjang karena mengubah cara pandang dan nilai-nilai budaya membutuhkan waktu. Dalam hal ini, pendidikan memegang peranan penting sebagai media utama untuk mentransfer pengetahuan, norma, serta nilai-nilai masyarakat, termasuk nilai kesetaraan gender. Maka dari itu, penting bagi lembaga pendidikan sejak dini untuk mengintegrasikan prinsip keadilan gender dalam seluruh proses pembelajarannya (Susanto, 2015)
Penutup
Perjalanan dari patriarki menuju emansipasi menegaskan bahwa kesetaraan gender merupakan kebutuhan mendasar, bukan sekadar wacana. Transformasi ini menuntut kesadaran bersama untuk meruntuhkan diskriminasi dan membuka ruang yang adil bagi semua. Hanya dengan menghargai potensi setiap individu tanpa batasan gender, masyarakat yang inklusif dan berkeadilan dapat benar-benar terwujud.
Daftar Pustaka