Perdebatan Islam, Sekuler, dan Nasionalis dalam Pembangunan Hukum Indonesia: Refleksi dan Implementasi Â
1. Perdebatan antara Kelompok Islam, Sekuler, dan Nasionalis dalam Pembangunan Hukum di Indonesia
Perdebatan mengenai hubungan Islam dan negara telah berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka. Ada tiga kutub besar dalam diskursus ini: kelompok Islamis, kelompok sekuler, dan kelompok nasionalis.
Kelompok Islamis : berpendapat bahwa Islam bukan hanya agama ritual, tetapi juga mencakup aspek sosial-politik, termasuk hukum. Oleh karena itu, mereka mendorong penerapan syariat Islam sebagai dasar hukum negara. Sejak awal kemerdekaan, wacana ini tampak jelas dalam Piagam Jakarta (22 Juni 1945), yang memuat klausul kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Perdebatan serupa berlanjut pada sidang Konstituante 1957--1959, di mana kelompok Islam (terutama Masyumi dan partai Islam lainnya) mendesakkan syariat sebagai dasar konstitusi.
Kelompok Sekuler : menolak ide negara agama dan menekankan pemisahan relatif antara agama dan negara. Bagi mereka, hukum positif harus bersumber dari konsensus nasional, bukan dari doktrin agama tertentu. Kelompok ini menilai penerapan syariat berpotensi menimbulkan eksklusivitas dan mengancam pluralitas bangsa.
Kelompok Nasionalis : menempuh jalan tengah. Mereka mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, tetapi tetap membuka ruang akomodasi hukum Islam sepanjang relevan dengan kepentingan bangsa. Pancasila dilihat sebagai titik temu antara nilai keagamaan dan nilai kebangsaan.
Konfigurasi politik membuat perdebatan ini dinamis. Pada era Orde Baru, Islam politik ditekan, sementara Islam kultural diberi ruang. Setelah Reformasi, ruang demokrasi terbuka lebar, dan berbagai daerah (Aceh, Tasikmalaya, Bulukumba, dll.) menginisiasi Perda Syariah. Namun, perdebatan tetap berlangsung antara pihak yang menilai perda tersebut sebagai ekspresi demokrasi lokal dan pihak yang khawatir pada eksklusivisme agama.
2. Peran Agama Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
Islam memiliki posisi penting dalam kehidupan bangsa Indonesia, mengingat mayoritas penduduknya adalah Muslim. Peran Islam dalam NKRI dapat dipahami dalam tiga aspek:
1. Aspek Historis: Islam telah berperan sejak masa kerajaan, perlawanan terhadap kolonialisme (Perang Paderi, Perang Diponegoro, Resolusi Jihad 1945), hingga perjuangan kemerdekaan.
2. Aspek Konstitusional: UUD 1945 menjamin kebebasan beragama (Pasal 29) dan membuka ruang untuk pengakomodasian hukum Islam dalam hukum nasional. Hukum keluarga, zakat, wakaf, dan perbankan syariah adalah contoh nyata peran Islam yang diformalkan.