Mohon tunggu...
denny prabawa
denny prabawa Mohon Tunggu... Editor di Balai Pustaka -

penulis, penyunting, penata letak, perancang sampul, pedagang, pensiunan pendaki, dan masih banyak lagi sederet identitas yang bisa dilekatkan kepadanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penyair Syubbanuddin Alwy Meninggal Dunia

3 November 2015   10:36 Diperbarui: 3 November 2015   10:36 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ahmad Syubbanuddin Alwy (sumber: web.facebook.com/ahmad.sy.alwy/photos)"][/caption]Ahmad Syubbanuddin Alwy lahir di Cirebon 26 Agustus 1962. Penyair yang pernah menjadi dosen Komunikasi Agama di STIKOM Bandung ini sempat tercatat sebagai wartawan Pikiran Rakyat edisi Cirebon. Ia juga dikenal sebagai penggerak pemuda Nahdhlatul Ulama dan koordinator Koalisi Sastrawan Pesantren. 

Selain dikenal sebagai penyair dan wartawan, pria yang akrab dipanggil Alwy dikenal juga sebagai budayawan. Bahkan, ia sempat tercatat sebagai staf ahli Kesultanan Kanoman Cirebon. Penyair dan budayawan ini aktif dalam upaya pemberantasan korupsi. Ia tercatat sebagai anggota presedium Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak). Alwy sempat mendapat teror akan dibunuh gara-gara aktivitasnya bersama Gerak.

Dalam Leksikon Sastra, Korrie Layun Rampan mencatatnya sebagai penyair yang menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Bukunya yang berbahasa Indonesia berjudul Bentang Sunyi (Rekamedia Multiprakarsa, 1996). Sedangkan karyanya yang berbahasa jawa terhimpun dalam Banyumata Perih.

Sabtu tanggal 31 Oktober 2015, Alwy masuk rumah sakit Sumber Waras usai menghadiri seminar dalam rangkaian acara Gotrasawala di Grage Hotel Cirebon. Senin, 2 November, penyair dan budayawan asal Cirebon itu menutup mata untuk selamanya.

Banyak rekan sastrawan dan buadayawan merasa kehilangan. Di lini masanya, mereka mengucapkan doa dan perasaan duka atas kepergian almarhum. Maman S. Mahayana, sastrawan dan kritikus satra yang juga berasal dari Cirebon menguncapkan bela sungkawanya melalui akun facebooknya.

INALILAHI WA INNAILAIHI ROJIUN
TELAH BERPULANG,
Sahabat-penyair-Cirebon: SYUBANUDDIN ALWY, malam ini.
Semoga amal ibadahnya mendapat tempat terhormat di Sana

Chavchay Syaifullah mengungkapkan pengalaman menariknya ketika ia dan Alwy harus mengantar Sutardji Calzoem Bachri ke rumah sakit saat mereka mengahadiri suatu acara di Makassar. Saat itulah, Alwy mengungkapkan profesi Sutardji, "Ini KTP Abang? Kok pekerjaannya di sini sebagai wartawan? Abang bukannya Presiden Penyair Indonesia? Gimana sih?". Berikut ini, pengalaman lengkap Chavchay yang dikutip dari lini masa facebooknya.

ALWI, MENINGGAL DULUAN LUH?

Di Makassar, Sutardji Calzoum Bachri sakit. Karena lumayan serius sakitnya, saya minta penyair itu mau dibawa ke rumah sakit. Bang Tardji oke. Dari kamar Bang Tardji di Hotel Aston itu saya telpon Ahmad Syubbanuddin Alwy. Saya dan Alwi sebenarnya sudah ada janjian lebih dahulu untuk jalan2 mengelilingi Makassar. "Wi, tunda dulu deh jalannya. Lu sekarang ke kamar Bang Tardji," kata saya. Alwi pun nongol. Dia kaget melihat kondisi Bang Tardji yg lemah sekali. Dia langsung bisiki saya dengan nada canda yang menjadi ciri khasnya: "Chay, jangan2 Bang Tardji mau meninggal," kata Alwi. Saya hanya ketawa. "Gila luh! Udah kita bawa aja ke rumah sakit." Saya dan Alwi sama2 gak tahu di mana rumah sakit di kota itu. Di depan Hotel Aston, saya memegang tubuh Bang Tardji. Alwi sibuk nyari taksi. Akhirnya kami naik taksi nuju rs. Di taksi, Alwi terus melawak untuk membuat Bang Tardji semangat. Tapi percuma, dia tetap lemah. Setiba di rs, entah rs apa, saya langsung bawa Bang Tardji ke IGD. Alwi minta KTP Bang Tardji untuk daftar pasien. Diberikanlah oleh Bang Tardji. Alwi melihat serius KTP itu dan berkata: "Ini KTP Abang? Kok pekerjaannya di sini sebagai wartawan? Abang bukannya Presiden Penyair Indonesia? Gimana sih?" Begitulah Alwi gak berhenti mengejek dengan canda. Kepada dokter dan perawat di situ, Alwi sibuk menjelaskan bahwa yang sakit ini bukan orang biasa, tapi Presiden. Suasana jadi cair dan tidak tegang. Kepada saya bilang, "Chay, kalo Bang Tardji meninggal, kita tulis aja seorang wartawan telah meninggal. Bukan Presiden Penyair," katanya. Tak lama kami menunggu, Bang Tardji diputuskan boleh pulang dan tidak dirawat. Bang Tardji pun sudah nampak sehat keluar ruangan sambil bawa obat. Kami bertiga pulang ke hotel dengan ceria, bahkan sempat mampir dulu di tengah jalan utk makan ikan bakar.
Alwi, Bang Tardji sekarang masih hidup, eh malah elu yang meninggal duluan. Terus gue harus gimana nih? Nangis salah, ketawa salah. Kalo doa untuk lu mah gak usahlah lu tanya. Gue sedih, Wi. Selamat jalan ajalah, Wi!!!

Selamat jalan Bang Alwy! Semoga Allah menerima amal kebaikan abang dan mengampuni semua kesalahan abang. Amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun