Terkadang, hidup memberikan jalan yang lebih lama untuk ditempuh, dan banyak orang merasa cemas karena mereka merasa tertinggal. Hal ini bisa sangat terasa, terutama ketika melihat teman-teman atau orang lain yang tampaknya sudah meraih kesuksesan lebih cepat. Di zaman media sosial yang penuh dengan pencapaian orang lain, mudah sekali merasa seperti kita berjalan di tempat. Namun, ada sebuah pelajaran hidup yang penting: tidak ada kata terlambat untuk meraih impian dan menjadi diri sendiri. Sebuah perjalanan hidup yang penuh tantangan bisa membawa seseorang pada pemahaman yang jauh lebih mendalam tentang kebahagiaan dan kesuksesan.
Cerita ini tentang seorang wanita yang, di usia 38 tahun, menjalani karier yang sangat sukses sebagai seorang eksekutif iklan di dunia mode. Ia memiliki segalanya yang terlihat seperti kehidupan impian: perjalanan ke berbagai kota besar untuk menghadiri acara-acara mode, pakaian desainer gratis, dan kehidupan yang glamor. Namun, meskipun terlihat sempurna, ada satu masalah besar yang mengusik hatinya. Di balik gemerlapnya dunia tersebut, ia merasa tidak bahagia. Ia sadar bahwa hidup yang dijalaninya bukanlah hidup yang seutuhnya miliknya---itu hanyalah kehidupan yang ia coba penuhi sesuai ekspektasi orang lain.
Pada titik tertentu, ia merasa seperti sedang memainkan peran dalam kehidupannya sendiri, seperti seseorang yang hanya berpura-pura bahagia. Meskipun banyak orang akan menganggap hidupnya adalah pencapaian besar, ia tahu bahwa ada sesuatu yang hilang. Ia merasa seperti telah menyerah pada kebahagiaan pribadinya hanya demi mengikuti jalur yang dianggap sukses oleh banyak orang.
Dengan keberanian yang besar, ia akhirnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan tersebut, meskipun itu adalah keputusan yang penuh dengan ketakutan. Bagaimana jika ia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup? Bagaimana jika ia tidak mendapatkan pekerjaan yang lebih baik? Pada usia 40-an, ia bahkan sempat merasakan bagaimana rasanya hidup tanpa banyak uang, tanpa pekerjaan yang jelas, dan merasa seperti gagal. Namun, meskipun itu adalah masa yang sangat sulit secara finansial, ia belajar untuk menghargai setiap perjalanan hidupnya.
Pada masa-masa sulit itu, ia kembali mengingat ajaran ibunya, Lolly. Ibu Lolly adalah seorang wanita yang penuh kebijaksanaan dan tidak pernah menyerah pada apa pun. Sejak usia 37 tahun, ia telah memiliki keluarga dan tetap bekerja keras, menjaga kemandiriannya. Salah satu pelajaran terbesar yang ia ajarkan adalah untuk tidak pernah terjebak dalam rasa puas dengan keadaan yang tidak sesuai dengan hati nurani. Ibu Lolly selalu mengingatkan untuk menjalani hidup sesuai dengan pilihan diri sendiri, bukan berdasarkan apa yang diinginkan oleh orang lain.
Penting bagi ibu Lolly untuk menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa penuaan adalah hal yang indah, dan itulah salah satu hal yang membuatnya sangat berbeda dari banyak orang lain. Ketika ia memasuki usia 50-an, meskipun banyak orang mungkin berusaha untuk menyembunyikan usianya, ibu Lolly tetap bangga dengan siapa dirinya. Ia selalu mengatakan bahwa meskipun orang tidak pernah menyebutkan usia, tangan dan leher seseorang akan memberitahu siapa mereka. Dia mengajarkan bahwa kita harus menerima kenyataan tentang usia dan tubuh kita, karena itu adalah bagian dari perjalanan hidup yang penuh makna.
Pada akhirnya, ibu Lolly telah menjadi contoh hidup tentang bagaimana menerima diri seutuhnya dan hidup dengan otentik, tanpa merasa perlu memenuhi ekspektasi orang lain. Pelajaran ini sangat berharga bagi sang wanita yang kini menceritakan kisahnya, karena ia menyadari bahwa keindahan hidup datang ketika kita bisa menjadi diri sendiri, tanpa terjebak dalam penilaian orang lain.
Namun, meskipun hidup mulai terasa lebih damai dan lebih memuaskan, tidak ada yang mengatakan bahwa perjalanan menuju kebahagiaan itu mudah. Kadang-kadang, perasaan iri tetap muncul. Sang wanita itu mulai merasa cemas dan bertanya-tanya mengapa orang lain mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan. Tapi, ia belajar untuk berhenti dan bertanya pada dirinya sendiri: "Apakah ini benar-benar yang saya inginkan? Apakah pencapaian orang lain mengurangi nilai diri saya?"
Ini adalah titik balik yang penting. Ia mulai mempraktikkan sebuah ritual sederhana: "Ambil catatan, beri catatan." Setiap kali merasa cemas atau iri, ia akan berhenti dan bertanya pada diri sendiri apakah itu sesuai dengan keinginannya. Setelah merenung, ia sering kali menyadari bahwa pencapaian orang lain tidak mempengaruhi dirinya. Maka, ia mulai memberi dukungan yang tulus, baik melalui pesan selamat atau panggilan telepon untuk mengucapkan selamat kepada mereka yang meraih kesuksesan. Tindakan sederhana ini ternyata memberikan rasa kedamaian yang luar biasa. Ia merasa jauh lebih ringan setelah melepaskan perasaan negatif yang menghalangi perjalanannya.
Selama perjalanan hidupnya, ia menyadari bahwa hidup yang sejati datang ketika kita bisa menerima diri kita dengan segala kekurangan dan kelebihan. Tidak perlu lagi berusaha membuktikan diri kepada orang lain. Ia mulai mengejar apa yang ia inginkan, tanpa perlu takut memulai dari awal atau melakukan hal-hal yang dianggap tidak biasa. Menurutnya, keberhasilan bukan tentang seberapa cepat kita mencapainya, tetapi bagaimana kita bisa menjalani setiap langkah hidup dengan penuh makna.