"Pokoknya gue mau cerai daripada mati ngenes!"
Kata-kata yang membuat kita semua terbengong-bengong mendengarnya. Apalagi diucapkan dengan nada berapi-api.
"Opo ora eling. Naliko semono. Kebak kembang wangi njero ning dodo," guman saya dalam hati menyenandungkan lirik lagu Cindro milik almarhum Didi Kempot.
Bagaimana tidak? Kata-kata kawan yang sedang curhat masalah rumah tangganya itu berbalik 360 derajat dibandingkan saat awal-awal ia akan menikah dulu.
"Apa tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh selain bercerai? Kasihan anak-anak?" ujar kawan satunya.
"Iya. Apalagi Lo juga enggak kerja. Elo mau ngasih makan apa bocah-bocah itu?" ujar kawan yang lain.
"Gue sama anak-anak mah gampang. Yang susahkan justru bapaknya anak-anak. Maunya makan enak. Kerja kagak. Kopi sama rokok enggak boleh telat. Telat dikit marah-marah. Gimana gue enggak stress coba? Setiap hari begitu. Udahlah ribet sama urusan anak-anak. Laki gue begitu. Lama-lama mati ngenes dah gue."
"Sabar. Namanya rumah tangga ya begitu. Ada aja. Dulu laki Lo juga kerjakan? Baru-baru ini aja toh nganggur karena pandemi? Rasanya semua juga merasakan kesulitan ekonomi deh," hibur salah satu kawan.
"Ya, memang. Masalahnya laki gue enggak ada pengertiannya. Enggak mau prihatin. Boro-boro nyari kerja lagi. Bantuin urusan rumah aja kagak mau. Semuanya gue sendiri yang ngerjain. Kerjanya cuma makan, tidur, ngopi, ngerokok. Lama-lama ludes tabungan gue. Pokoknya gue mau ngurus perceraian daripada stress dan mati perlahan-lahan."
Kami sebagai pendengar bisa apa kalau yang punya masalah sudah bertekad seperti itu. Hanya bisa mendoakan yang terbaik. Serta berkaca ke dalam diri kami masing-masing.Â