Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menepis Gelisah denga Doa

29 September 2021   08:27 Diperbarui: 29 September 2021   08:59 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Menepis Gelisah dengan Doa

Malam ini aku menyekat rasa. Di ujung rasa kutanamkan asa. Sedangkan hati sudah tak berkuasa. Aku memohon tunjukkan cahaya keindahan di malam sunyi ini, jangan biarkan aku tidur dengan kegelisahan. Sekarang atau nanti akan membawa aku ke hamparan awan yang luas untuk membebaskan semua kepenatanku tentang hari yang tadi. 

Aku mulai menggerakkan kepala, jemari, kaki, bahkan hati hanya untuk memanjakan diriku sendiri. Entahlah, kebosanan ini tak kunjung berganti karena yang aku temui hanya warna kemunafikan dan kebekuan. Semuanya tak dapat aku cairkan dengan senyumanku, sapaanku, atau tindakanku sehingga aku pun tak sudi untuk menjabat hari yang tak bersahabat. Dan malam ini pun aku hanya ingin menuai rembulan yang sudah merekah dan memanen bintang-bintang yang sudah berhamburan termakan kegelapan.

Malam ini aku tanamkan lagi doa. Hampir semua kata-kata aku catatkan dalam buku doaku. Terkadang aku kebingungan dengan makna yang aku lontarkan, aku bercerita dan mengadu tanpa henti dan tanpa menghiraukan keadaan. Kemudian aku pun menepis cerita yang tak sesuai dengan keinginanku untuk hari tadi. 

Bahkan penyesalan tak pernah aku hadapi ketika aku melakukan kesalahan atau bertindak kemunafikan. Dan aku pun menyadari bahwa hidup itu adalah kindahan untuk diri sendiri jika memang aku meni'matinya. Kata-kata itu meluber. Karena dalam diamku menyimpan sejuta makian untuk orang atau benda yang tak dapat mewarnai hari tadi. Hingga aku pun kembali malam ini dengan lamunan di tepian.

Dan malam ini aku tuliskan cita-cita. Ini merupakan malam kesekian dalam perhitungan kesadaran yang bakal menjadi cita-citaku. Bahagia dan sukses. Terkadang setelah aku tuliskan, cita-cita itu hilang. Entahlah mungkin karena terlalu muluk harapan yang aku kejar. Atau karena usahaku yang belum wajar. 

Aku buka jendela cita-cita pergi menghampiri lekukan alam yang berwajah Tuhan untuk membawa cita-cita kembali. Sekarang aku duduk menengadah dan menggenggam satu bingkisan yang akan aku berikan pada alam yang berwajah Tuhan, sehingga aku akan terus sadar bahwa kebahagiaan dan kesuksesan sedang menunggu untuk aku kunjungi di alam yang berwajah Tuhan.

Akhirnya malam ini pun aku cengkram kegelisahan dan aku tebarkan benih-benih harapan kembali.

(ADS)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun