Mohon tunggu...
DEM Semarang
DEM Semarang Mohon Tunggu... Lainnya - Dewan Energi Mahasiswa Semarang

Merupakan organisasi mahasiswa yang fokus bergerak pada kedaulatan energi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature

Healthy Vs Wealthy: Dilema Energi Kelistrikan sebagai Investasi di Masa Depan

2 Mei 2020   17:10 Diperbarui: 2 Mei 2020   17:13 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmad Muda'i (Staff Research and Development DEM Semarang) | Dok. pribadi

Tahun 2019, IQAir melaporkan bahwa 90% populasi di dunia bernafas dengan kualitas udara yang tidak aman. Sementara,  menurut World Air Quality Index (WAQI), Indonesia memiliki kualitas udara yang tidak sehat untuk kelompok sensitif. Jika tidak segera dilakukan tindakan preventif, maka bukan lagi banyak masyarakat Indonesia yang terkena penyakit pernafasan, melainkan bisa fatal kepada kematian.

Di tengah pandemi covid 19 ini, masyarakat sangat terdampak bukan hanya dari sisi kesehatan tapi juga efek domino yang menyebabkan kelesuan dalam memenuhi kebutuhan pangan. Kasus wabah ini memberi pelajaran bagi kita bahwa kesehatan tidak dapat ditukarkan dan memiliki harga yang tidak dapat ditawarkan.

Di sisi lain kebutuhan manusia yang lain seperti listrik, gas maupun bahan bakar juga menjadi kebutuhan yang sulit dihindarkan. Dalam aktivitasnya, manusia selalu dihadapkan dengan kebutuhan akan energi sebagai penunjang dalam kehidupan. Tidak terhitung lagi berapa banyak sumber energi yang telah dihabiskan dan kesiapan pasokan untuk ketersediaan dimasa mendatang.

Indonesia sendiri memiliki salah satu pertambangan batubara terbesar didunia. Potensi ini dimanfaatkan untuk meraih keuntungan negara dengan mengolahnya menjadi sumber energi listrik. Permintaan akan kebutuhan listrik yang sangat besar menjadi sinyal kuat pemerintah untuk terus memenuhi sumber penerangan bagi masyarakat Indonesia. Di samping itu, biaya dan harga listrik yang terbilang murah menjadi daya tarik pemerintah untuk terus bertahan demi meningkatkan pendapatan negara. Alhasil, pertambangan batubara menjadi prioritas sumber energi listrik dan terus mengalami perkembangan.

Investasi Kekayaan atau Kesehatan ?

Dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS), PLTU Batubara sendiri memiliki nilai ekspor sebesar 12% dari total nilai ekspor Indonesia. Nilai pendapatan negara yang tinggi tersebut menjadi penyokong utama dalam meraih pertumbuhan ekonomi yang positif. Namun, dibalik pemakaian listrik yang kita nikmati ini, ada yang bertaruh nyawa sehingga harus menderita karena terdampak polusi yang tiada henti.

Studi Harvard dalam Greenpeace menyatakan bahwa angka estimasi kematian dini akibat PLTU Batubara yang saat ini sudah beroperasi, mencapai sekitar 6.500 jiwa/tahun di Indonesia. Kematian dini tersebut disebabkan peningkatan resiko penyakit kronis pada orang dewasa dan infeksi saluran pernapasan akut pada anak akibat paparan partikel halus beracun dari pembakaran Batubara. Penelitian ini semakin memperjelas bahwa penggunaan batubara menyebabkan polusi dan perubahan iklim yang berdampak pada kesehatan buruk bagi masyarakat Indonesia.

Fakta itu membuat investor besar dari Jepang seperti JBIC mulai menghentikan modalnya di sektor pertambangan batubara. Terlebih Indonesia sedang mengembangkan energi baru dan terbarukan yang diproyeksikan menjadi energi ramah lingkungan. Cadangan batu bara Indonesia juga diproyeksikan akan habis sekitar 80 tahun lagi. Padahal kebutuhan akan sumber daya energi semakin meningkat sehingga segera mempercepat realisasi dari Energi Baru dan Terbarukan.

Lalu, peran apa yang bisa kita lakukan ?

Kedatangan Energi Baru dan Terbarukan menjadi penopang dalam memenuhi kebutuhan kedepan. Selain itu juga bisa menyelamatkan bumi dan penghuninya dari perubahan iklim yang semakin mengkawatirkan. Sembari menanti Energi Baru dan Terbarukan, aksi penghematan listrik dapat mengurangi beban pemerintah dalam menahan permintaan yang terus menekan. Selain itu, juga wujud empati terhadap kelompok yang terjangkiti karena terdampak polusi. Lalu, Sudahkah kamu berkontribusi ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun