Agar tidak terseret ke pusaran politik, Reuni 212 harus diarahkan agar murni sebagai ajang silaturahim. Hal ini bisa dilakukan dengan menghindari adanya unsur dan elemen politik di dalamnya.
Kegiatan tersebut sebaiknya memang dilaksanakan dengan latarbelakang semangat persaudaraan antar umat Islam untuk berkonsolidasi dan bertukar pikiran serta jauh dari kegiatan politik.
Oleh karena itu, masyarakat seyogianya dapat bersikap kritis dan waspada terhadap ajakan atau bujukan dari pihak-pihak tertentu untuk membawa kegiatan tersebut kearah politis yang condong ke salah satu pasangan capres.
Kegiatan Reuni 212 harus bisa dibuktikan kepada masyarakat Indonesia bahkan dunia bahwa hal tersebut bukanlah bentuk kelanjutan atau eksistensi dari gerakan penuntutan pemidanaan mantan Gubernur DKI BTP.
Hal tersebut sebagaimana imbauan MUI DKI Jakarta, Munahar Mukhtar. Ia mempersilakan saja umat Islam untuk mengikuti Reuni 212 sebagai ajang silaturahim mempersatukan umat Islam.
Namun jangan sampai disusupi kepentingan politis di dalamnya. Sehingga masyarakat harus bisa menjaga imbauan tersebut sebagai amanah dengan tidak membawanya kearah politik atau bahkan anarkisme.
Sebelumnya, Ketua MUI Jawa Barat Rachmat Syafei memberikan larangan kepada warga Jabar agar tidak ikut datang dalam reuni 212 di Jakarta. Hal ini karena melihat esensi penyelenggaraan tersebut yang sudah kehilangan ruh dan rawan dipolitisasi.
Atas dasar berbagai pertimbangan, seperti jarak dan keamanan, maka disarankan agar warga Jawa Barat melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti melaksanakan pengajian di masjid-masjid, istigasah, atau zikir bersama untuk keselamatan bangsa Indonesia yang tidak harus dilakukan dari Jakarta.
Kita berharap Reuni 212 dapat berjalan dengan aman, tertib, tanpa ada pesan politik yang bisa memecah belah. Semua ini agar Reuni 212 bisa kembali sesuai dengan esensinya untuk silaturahmi.