Dinamika politik menjelang pemilihan umum semakin seru. Kadang terdapat kabar yang mengejutkan, yang mungkin sebelumnya tak terkira. Seperti kebijakan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membebaskan kadernya memilih pada Pilpres 2019.
Kebebasan itu secara otomatis membolehkan kadernya untuk memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atau Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Meskipun sebelumnya Demokrat sudah ada di gerbong oposisi.
Hal ini juga dibenarkan oleh Ketua Fraksi Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono, bahwa kader Demokrat yang mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin cukup banyak sehingga Demokrat membebaskan dan tak menjatuhkan sanksi untuk memilih Capres yang berbeda dengan sikap politik Partai Demokrat.
Beberapa tokoh Demokrat yang memilih mendukung Jokowi-Ma'ruf pada Pillres 2019, antara lain, mantan Gubernur NTB, Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB); mantan Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Gubernur Papua Lukas Enembe dan lain-lain. Dengan kebijakan seperti itu, maka bisa diambil kesimpulan bahwa Demokrat secara tidak langsung mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.
Meskipun terkesan 'bermain dua kaki', sikap Demokrat itu cukup realistis. Pasalnya, akar rumput memang cenderung memilih Jokowi -- Ma'ruf Amin. Bila Demokrat cenderung memaksakan seluruh kadernya di akar rumput memilih Prabowo-Sandi, maka akan berdampak pada perolehan suara Demokrat sendiri di legislatif.
Di sisi lain, dengan sikap mendua Demokrat itu, maka terlihat bahwa koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga juga terpecah. Koalisi yang dibangun itu tak solid. Ini bukti bahwa Prabowo-Sandiaga tak mampu meyakinkan keseluruhan kader parpol koalisi hingga akar rumput untuk mengikuti pilihan parpolnya. Mau tidak mau, seluruh partai pendukung Prabowo kini menghadapi dilema seperti Demokrat.