Meski belum memasuki masa kampanye, pihak oposisi terus saja berpropaganda mengenai gerakan #2019GantiPresiden.
Belakangan ini berbagai materi kampanye #2019GantiPresiden bertebaran di dunia maya. Salah satunya melalui lagu yang dinyanyikan bersama-sama diantara para tokoh oposisi.
Lagu #2019GantiPresiden secara substansi berisi kritikan kepada pemerintahan Presiden Jokowi, yang sayangnyanya berisi fitnah dan ujaran kebencian belaka.
Padahal apa yang disampaikan melalui liriknya banyak yang tidak sesuai dengan data dan fakta di lapangan.
Di sisi lain, adanya lagu #2019GantiPresiden diciptakan oleh seniman yang turut serta dalam agenda fitnah tersebut. Sangat disayangkan, memang, para pekerja seni itu yang memiliki kemampuan kreatifitas justru dimanfaatkan untuk aktivitas yang negatif.
Padahal bila kemampuan kreatifitasnya itu bisa disalurkan kepada aktivitas yang positif, tentu, akan memiliki dampak yang baik bagi bangsa dan negara.
Di samping itu, adanya lagu #2019GantiPresiden bisa dikatakan  merupakan upaya putus asa dari kelompok oposisi yang tidak mampu bersaing secara fair dan sportif.
Sebaliknya, mereka menggunakan lagu tersebut untuk mencari simpati masyarakat dengan bermodalkan fotnah dan konten yang cenderung memecah belah masyarakat. Hal itu tidak sesuai dengan sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia.
Kenyataan di atas mempertegas bahwa kualitas pihak oposisi hanya sekelas penyebar fitnah. Kapasitas dan kemampuannya untuk membuat tawaran yang lebih baik bisa dikatakan nihil.
Untuk membuat Indonesia yang lebih baik, kelompok oposisi hendaknya membuat program tandingan yang cerdas dan bermutu, karena pembangunan bangsa dan peningkatan kesejahteraan rakyat tidak bisa dilakukan dengan lagu, kaos, fitnah dan penyebaran konten negatif.
Parahnya, pihak oposisi itu juga sering memanfaatkan sentimen identitas untuk menyudutkan pemerintahan Presiden Jokowi. Mereka selalu berusaha membakar amarah masyarakat dengan perbedaan agama, suku dan etnis demi mendapatkan kekuasaan.