Mohon tunggu...
Delima Purnamasari
Delima Purnamasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa.

Kadang suka jadi akun curhat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Griffin Chapter 22 Retorika Aristoteles Terjemah dan Rangkuman

26 Oktober 2022   09:25 Diperbarui: 26 Oktober 2022   09:26 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Aristoteles adalah seorang murid Plato di zaman keemasan peradaban Yunani yang dikenal karena guru-guru pidato yang disebut para Sophis. Khususnya di Athena, para guru itu melatih calon pengacara dan politisi untuk berpartisipasi di pengadilan dan dewan musyawarah. Tetapi karena saran para sophis kurang dikembangkan secara teoritis, Plato mencibirnya.

Aristoteles, seperti Plato, menyesalkan hasutan mereka yang menggunakan keterampilannya untuk menggerakkan audiensi dengan menunjukkan ketidakpedulian pada kebenaran. Tapi tidak seperti Plato, ia melihat alat retorika sebagai cara netral yang dengannya orator dapat mencapai tujuan yang mulia ataupun sebaliknya yaitu penipuan lebih lanjut. Aristoteles percaya bahwa kebenaran memiliki keunggulan moral yang membuatnya lebih dapat diterima dari kepalsuan. Pembicara yang mengabaikan seni retorika menjadikan diri mereka disalahkan ketika pendengar mengetahui kepalsuan mereka. Sukses membutuhkan kebijaksanaan dan kelancaran berbicara.

Retorika sendiri terdiri dari catatan kuliah yang dikerjakan ulang oleh Aristoteles di kursus akademi. Retorika sendiri merupakan sebuah studi pencarian psikologi audiens. Aristoteles mengangkat retorika ke ilmu pengetahuan dengan mengeksplorasi secara sistematis efek dari pembicara, pidato, dan audiensi (the speaker, the speech, and the audience).

RETORIKA: MEMBUAT KEMUNGKINAN PERSUASI

Aristoteles melihat fungsi retorika sebagai penemuan bahwa dalam setiap kasus selalu "tersedia sarana persuasi." Dia tidak pernah menjelaskan apa yang dia maksud dengan persuasi, tetapi kepeduliannya dengan metode yang tidak memaksa menjelaskan bahwa ia mengesampingkan kekuatan hukum, penyiksaan, dan perang.

Yang pertama dalam klasifikasi Aristoteles adalah pidato dalam ruang sidang (forensic), hakim mencoba memberikan keputusan yang adil tentang tindakan di masa lalu yang dituduhkan. Argumen penutup yang disampaikan oleh jaksa penuntut dan pembelaan dalam persidangan korupsi mantan Gubernur Illinois Rod Blagojevich merupakan contoh-contoh retorika yudisial yang berpusat pada rasa bersalah atau tidak bersalah. Yang kedua, pidato dalam upacara (epideictic), banyak memuji atau menyalahkan orang lain untuk kepentingan pemirsa saat ini. Misalnya, Lincoln memberikan rumahnya di Gettysburg yang terkenal untuk menghormati "orang-orang pemberani, hidup dan mati, yang berjuang di sini." Tujuan utamanya dalam hal ini adalah untuk menginspirasi pendengar untuk bertahan dalam perjuangan menjaga persatuan. Yang ketiga, pidato dalam politik (delibrative), berupaya mempengaruhi legislator atau pemilih yang memutuskan kebijakan masa depan. Debat presiden 2008 memberi Barack Obama dan John McCain berkesempatan untuk mempengaruhi pemilih yang ragu-ragu.

Karena murid-muridnya sudah terbiasa dengan gaya tanya jawab dialog Sokrates, Aristoteles mengklasifikasikan retorika sebagai rekanan atau bagian dari dialektika. Dialektika adalah diskusi satu lawan satu; retorika adalah dialog satu kepada orang banyak. Dialektika adalah pencarian kebenaran; retorika mencoba untuk menunjukkan kebenaran yang sudah ditemukan. Dialektika menjawab pertanyaan filosofis umum; retorika membahas spesifik, praktis. Dialektika berhubungan dengan kepastian; retorika berhubungan dengan kemungkinan. Aristoteles melihat perbedaan terakhir ini sebagai sesuatu yang sangat penting: Retorika adalah seni menemukan cara untuk membuat kebenaran tampak lebih mungkin bagi seorang pemirsa yang tidak sepenuhnya yakin.

BUKTI RETORIS: LOGOS, ETHOS, PATHOS

Menurut Aristoteles, cara persuasi yang tersedia dapat bersifat artistik atau inartistik. Bukti inartistik atau eksternal adalah yang tidak dibuat oleh pembicara, mencakup kesaksian para saksi atau dokumen seperti surat dan kesimpulan. Bukti artistik atau internal adalah yang dibuat oleh pembicara. Ada tiga jenis bukti artistik: logis (logos), etis (etos), dan emosional (pathos). Bukti logis berasal dari garis argumen dalam pidato, bukti etis adalah karakter pembicara yang diungkapkan melalui pesan, dan bukti emosional adalah perasaan seorang pidato yang keluar kepada pendengar. Beberapa bentuk logo, etos, dan pathos hadir dalam setiap presentasi publik, tetapi mungkin tidak ada orator modern lain yang membawa ketiganya seefektif Martin Luther King, Jr dengan pidato yang berjudul "I Have a Dream," disampaikan pada tahun 1963 kepada demonstran hak sipil di Washington, D.C. Pada tahun 2000, para pakar pidato publik Amerika memilih "I Have a Dream" dari King sebagai pidato terhebat abad kedua puluh.

Studi Kasus: "I Have a Dream"

Pada akhir Agustus 1963, seperempat juta orang berkumpul di Lincoln Memorial dalam pawai bersama di Washington memprotes diskriminasi ras di Selatan. Martin Luther King berbagi tempat dengan selusin pemimpin hak-hak sipil lainnya dengan presentasi masing-masing selama lima menit. King memiliki tujuan ganda. Dengan muka hitam dan seorang muslim ia sendiri sudah mengundang kekerasan, namun ia mendesak orang kulit hitam untuk melanjutkan perjuangan tanpa kekerasan mereka tanpa kebencian. Dia juga memohon orang kulit putih untuk terlibat dalam pencarian kebebasan dan kesetaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun