Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Anak dan Kemenakan", Masalah Indonesia yang Berulang

24 Oktober 2020   13:17 Diperbarui: 27 Oktober 2020   04:25 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anak dan kemenakan. (sumber: pixabay)

Dalam "Anak Dan Kemenakan", Marah menggambarkan situasi ini pada diri seorang Mr. Yatim. Seorang anak muda yang disekolahkan orang tuanya sampai ke Eropa untuk belajar Hukum dan menjadi Mister Dokter hukum pertama di Minangkabau. 

Namun Mr. Yatim memutuskan untuk pergi dari negerinya karena situasinya tidak memungkinkan dia membangun negerinya.

Berdasar kondisi ini, dr. Aziz yang menjadi sahabat Yatim, mengingatkan orang tua kalau kaum tua tidak mau berubah sikapnya dalam melihat adat dan kaum muda, maka negeri ini tidak akan maju-maju. Karena orang yang berwawasan dan berpotensi, justri pergi ke tanah orang lain. Bukan berbakti di negerinya sendiri.

Situasi yang diungkap Marah, mau tidak mau akan mengingatkan kepada situasi yang kita hadapi sekarang ini. Indonesia banya memiliki orang berpotensi, namun karena tidak mempunya ruang untuk berkarya dan lebih dihargai diluar, maka mereka memutuskan untuk pergi berkarya diluar.

Dalam dinamika sosial ekonomi, lembaga negeri pemberi beasiswa, LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), kerap memberitakan tentang penerima beasiswa yang sudah disekolahkan diluar negeri, tidak mau kembali lagi ke Indonesia untuk mengabdi. 

Mereka lebih suka menetap diluar negeri karena dianggap bisa hidup lebih makmur dan lebih sejahtera dibanding hidup di Indonesia. 

Permasalahannya, kita tidak pernah tahu berapa perbandingan antara orang Indonesia yang memutuskan berkarya di luar negeri karena motif ekonomi dan orang berkarya diluar negeri karena tidak adanya ruang untuk mengembangkan kemampuan dirinya.

Bahkan mungkin pertanyaannya bisa diperluas lagi. Bila memang motif di luar negeri karena masalah ekonomi, lalu ekonomi dalam skala apakah yang mereka kejar?

Apakah dalam skala survival, seperti yang dijalani oleh para TKI kita, atau memang kehidupan ekonomi untuk bermewah-mewahan?Berapakah perbandingan antar keduanya?Lalu berapa banyak juga orang yang memutuskan yang memutuskan tinggal diluar negeri karena problem politik?

Begitu juga dalam dunia politik. Dalam politik elektoral berbasis liberalisme politik, kesempatan besar meraih posisi puncak kekuasaan hanya bisa dimiliki oleh orang yang mempunyai uang dan kekuasaan saja. 

Masalahnya, orang-orang seperti itu prosentasenya sedikit dan kerap tidak mempunyai kapasitas. Sehingga ketika memimpin, bukan hanya ucapannya saja yang membingungkan banyak orang, tetapi kebijakannya pun sulit diterima dan dicerna. Situasi makin rumit manakala oligarki yang dikhawatirka banyak orang, makin menggurita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun