Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kesenangan dan Kebahagiaan, Leisure and Happiness

5 Agustus 2020   10:14 Diperbarui: 5 Agustus 2020   10:10 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kesenangan dan Kebahagian;
Leisure and Happiness

Dilahirkan di London pada 15 Februari 1748, Jeremy Bentham dikenal sebagai anak cerdas. Lelaki yang meninggal pada 6 Juni 1832 (84 tahun) masuk Oxford umur dua belas tahun dan lulus pada usia lima belas tahun. Setelah itu Bentham mempelajari Ilmu Hukum.

Bentham dikenal sebagai pemimpin freethinker yang dianggap tidak beragama. Karenanya Bentham tidak diperkenankan masuk Oxford dan Cambridge. Bentham sendiri mengkritik kedua universitas tersebut. 

Selain karena biaya pendidikannya tinggi, waktu itu keduanya mempunyai kaitan erat dengan gereja di Inggris sehingga hanya kalangan tertentu yang bisa kuliah di sana. Karenanya Bentham dan teman-temannya mendirikan universitas baru; University College London (UCL). 

Bentham ingin pendidikan bukan hanya tersedia untuk kalangan tidak mampu, tapi juga untuk semua kalangan. Tidak melihat pada afiliasi gereja. Di UCL figur Bentham diabadikan. Jasadnya dibalsem dan dipajang dalam kotak kaca.

Sebagai sarjana hukum, Bentham melihat kekeliruan dalam sistem hukum Inggris. Sistemnya tidak manusiawi, dan tidak adil. Sulit dipraktekan baik secara teori maupun prosedur. Karenanya Bentham pun terlibat dalam reformasi sistem hukum di Inggris.

Menurut Bentham, ada dua prinsip dasar moralitas yang mestinya ada dalam setiap tindakan manusia. Pertama adalah prinsip konsekuensionalis atau teleologis. Bahwa setiap perbuatan itu harus mempunyai tujuan dan konsekuensi yang baik. Tindakan yang baik adalah tindakan menghasilkan konsekuensi yang juga baik. Seperti aktivitas menyantuni orang miskin disebut baik, karena aktivitas tersebut sangat membantu.

Sementara prinsip kedua adalah prinsip utilitas atau hedonis. Bahwa moral setiap tindakan mesti membuat orang senang dan mengurangi penderitaan mereka. Patokannya adalah "Maximize pleasure and minimize suffering". Karenanya menyantuni menjadi tindakan yang baik, karena telah membuat orang senang dan mengurangi kesusahan mereka.

Karenanya bagi Bentham, penegakan hukum pada dasarnya bukan untuk hukum itu sendiri tapi untuk menegakan keadilan sosial. Karena itulah tujan atau teleologis hukum. Karena itu pertanyaan besarnya bukan apakah hukum sudah ditegakan atau belum, tapi apakah keadilan sosial sudah terwujud. Masalahnya bukan apakah seorang koruptor atau seorang nenek yang mencuri karena kelaparan sudah diproses sesuai hukum atau belum, tapi apakah proses hukum itu sudah mencerminkan rasa keadilan masyarakat atau belum.

Ketika pikiran Bentham dibawa ke wilayah kehidupan beragama, muncul istilah Tuhan atau Agama tidak perlu dibela. Karena selain Tuhan itu maha kuasa, Agama itu ada untuk mengatur manusia bukan manusia untuk Agama. Karena itu yang diperlukan bukanlah front pembela Agama atau fron pembela Tuhan, tapi front pembela manusia.

Bila prinsip utilitarinisme ini menjadi patokan kebijakan publik, maka kebijakan yang baik adalah kebijakan yang akan menyenangkan bagi sebagaian besar orang. Sementara kebijakan buruk adalah kebijakan bagi segelintir orang saja. Berdasar pikiran inilah pemerintah Inggris mengenal prinsip The greatest good of the greatest number. Bahwa kebijakan publik terbaik adalah kebijakan untuk kebaikan orang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun