Hal yang menarik dari Hamka adalah posisinya sebagai Agamawan yang menulis roman kisah kasih antar anak muda. Seorang Agamawan menulis karya sastra mungkin sudah biasa. Terlihat pada sosok Abdoel Moeis aktivis Syarekat Islam yang menulis novel Salah Asuhan.
Namun Agamawan menulis novel bertema percintaan antar anak muda, mungkin waktu itu baru Hamka. Tidak aneh bila Hamka pun mengatakan bahwa pada masa itu, banyak orang yang mempertanyakan Hamka kenapa menulis tema seperti itu.
Berkaitan dengan film nya, dibandingkan dengan visualisasi novel "Dibawah Lindungan Ka'bah", film Tenggelamnya "Kapal Van Der Wijk" ini jauh berbeda. Terlihat ada "niat" untuk menjadikan ini menjadi film bagus.
Bukan hanya bisa dilihat dari durasi yang lebih panjang serta membuat sound track, di film ini juga tidak ditemukan hal yang janggal seperti dalam film Dibawah Lindungan Kabah dimana orang Minang pada tahun 1920an, memakai Baygon untuk mengusir nyamuk dan cemilannya adalah Chocolatos dan Kacang Garuda
Masalah ketidak akuratan visualisasi film dengan novel nya, kayaknya memang seperti itulah novel yang di film kan. Selalu tidak sama antara novel dan film. Saya saja yang menunggu visualisasi Lubuak Mato Kucing dalam film, untuk mengenang masa dulu bermain-main disana, agak janggal dengan yang ada di film. Begitulah