Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Vivat Alamamater, Perguruan Thawalib Padang Panjang

30 Oktober 2018   12:24 Diperbarui: 30 Oktober 2018   12:26 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Vivat Almamater !...

Perguruan Thawalib Padang Panjang

Meski telat, saya tetap ingin mengucapkan Selamat kepada Yendri Junaedi. Adik, teman juga guru saya (karena beberapa kali saya mengikuti tulisannya yang menurut saya terbuka dan progressif), yang sudah diangkat menjadi Pimpinan Perguruah Thawalib Padang Panjang. Almamater kami bersama.

Saya mempunyai harapan besar ke Yendri. Harapan untuk mengembalikan kejayaan Thawalib sebagaimana dicita-citakan kami. Namun saya menyadari bahwa mewujudkan hal itu tidaklah mudah. Butuh waktu panjang belasan bahkan mungkin puluhan tahun. Tetapi, akan ada banyak terobosan atau perubahan yang bisa dilakukan dalam hitungan tahun untuk membawa Thawalib menuju jalur kejayaan. Sebagaimana perjalanan Padang Panjang -- Padang membutuhkan waktu satu jam, tapi akan ada banyak belokan penting yang bisa dilakukan dalam hitungan detik  yang akan menentukan apakah perjalanan itu sesuai jalur atau tidak.

Bila mengingat lagi profil Yendri dan membaca beberapa tulisannya serta aktivitasnya, kami berdua ini sepertinya memang mempunyai kebiasaan dan jalur berbeda 180 derajat. Adik kelas saya ini orang yang sangat tekun, fokus dan memiliki antusiasme besar dalam mempelajari Ilmu Agama.

Kalau tidak salah dulu Yendri tidak hanya memakai peci ketika ke Masjid, tetapi juga ke ruang kelas. Sementara saya, jangankan ke ruang kelas, ke Masjid pun rasanya jarang berpeci. Setiap pagi, saya selalu melihat Yendri sedang membaca dan menyiapkan buku persiapan masuk kelas dan sore harinya mereview atau baca buku. Sementara saya, pagi itu jadwal ngelayap ke caf florida untuk nonton berita. Pulang nya berjalan lambat-lambat ketika melewati kampus Diniyyah Putri. Sekedar untuk melihat siswi Diniyyah Putri yang rasanya dekat di mata tetapi tidak bisa digapai. Sorenya, ditutup dengan main bola plastik di lapangan bertembok.

Begitu juga dalam hal studi. Yendri meneruskan studinya ke Universitas Al-Azhar Mesir. Saya tidak tahu jurusannya apa, tetapi pastinya tidak akan lepas dari studi keislaman, kongruent dengan studi sebelumnya. Sementara saya sendiri malah melanjutkan ke Fikom Unpad. incongruent dengan subjek sebelumnya.

Dalam istilah yang berseliweran selama kami di Thawalib, Yendri ini sepertinya sedang melaksanakan upaya "tafaqquh fiddin" atau memperdalam Ilmu Agama. Istilah ini berasal dari Quran surat Taubah ayat 122 yang mengingatkan supaya tidak semua orang pergi ke medan laga, apakah untuk berperang atau untuk melakukan proses transformasi sosial, tetapi harus ada orang yang fokus mengkaji ilmu untuk memberikan banyak insight kepada kaumnya. Ayat yang mengingatkan orang untuk bisa berbagi peran. Mana yang harus terjun ke lapangan melakukan perubahan baik dengan menjadi politisi, eksekutif, enterpreneur, aktivis sosial, jurnalis dan mana yang harus tetap berdiri kukuh dan fokus mengelaborasi ilmu untuk menjadi rujukan nilai dan orientasi.

Konon menurut cerita dari mulut ke mulut yang saya dapatkan, term "tafaqquh fiddin" ini diucapkan berkali-kali kepada santri Thawalib oleh salah satu maha gurunya; Buya Abdul Hamid Hakim. Sementara bila kita baca kembali beberapa tulisan yang ada, nampaknya memang seperti itulah profil Buya Abdul Hamid Hakim itu.

Tuanku Mudo, begitu biasa maha guru Thawalib ini dipanggil, adalah Ulama yang profilnya sulit kita ketahui dari buku atau studi-studi tentang beliau. Historiografi Ulama nusantara yang terlalu Jawa-NU-Muhamadiyyah sentris, telah mengabaikan peran Ulama Padang Panjang ini dalam membangun pondasi keilmuan dan pergerakan Islam di nusantara. Padahal konstribusinya dalam penyebaran pemikiran Islam, tidaklah kecil. Tidak hanya sampai ke Tanah Jawa yang dianggap pusat Indonesia, tetapi juga sampai ke Malaysia. Bahkan alm. Nurcholish Madjid yang dikenal sebagai pemikir keislaman rujukan banyak kalangan, beberapa kali mengutip penjelasan Buya Abdul Hamid dan menggambarkannya sebagai Ulama berpengetahuan luas dan mendalam.  

Namun, kita akan dengan sangat mudah membayangkan seperti apa profil Tuanku Mudo dari karya-karya yang telah dibuat dan murid-murid yang telah dia didik. Karena dua artefak itulah yang tidak bisa dihilangkan dari Tuanku Mudo. Mungkin sedikit orang yang menceritakan tentang siapa beliau, tetapi beliau sudah berbicara tentang apa dan siapa dirinya dari karya-karya yang dia buat dan murid yang telah dia didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun