Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"The Greatest Showman"

30 Maret 2018   06:09 Diperbarui: 30 Maret 2018   07:09 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: showroomworkstation.org.uk

Hidup dalam kegelapan tanpa cahaya tidak hanya akan membuat langkah kita tersaruk-saruk tanpa arah, tetapi juga membuat langkah kita tersaruk-saruk menabrak kesana kemari. Karena selain tidak memiliki panduan melangkah, orang pun tidak mempunyai kekuatan bagaimana melangkah dengan baik. Tetapi sebaliknya, hidup berlimpah cahaya pun tidak selalu menjadi jaminan langkah kita akan lurus dan terarah. Karena keberlimpahan cahaya selalu membuat mata kita menjadi silau dan tidak menjadi modal untuk bisa menuntun langkah menjadi lebih terarah.

Bila kegelapan adalah analogi dari kemiskinan dan cahaya adalah analogi dari hidup penuh dengan kekayaan, maka begitulah kehidupan manusia. Kemiskinan selalu identik dengan kesusahan dan kesulitan melangkah. Kemanapun kaki melangkah, sepertinya akan salah dan selalu salah. Begitu juga sebaliknya. Keberlimpahan materi sering membuat orang kalap dan silau sehingga lupa pada tujuan awal melangkah. Kekayaan dan kemiskinan, atau gelap dan cahaya pada akhirnya sering berefek sama pada hidup manusia.

Karena manusia akan terjatuh karena kegelapan, juga terjatuh karena adanya cahaya, maka masalahnya bukan lagi antara mempunyai cahaya atau hidup dalam kegelapan, tetapi bagaimana caranya bangun dari setiap kondisi yang ada. Apakah bangun karena berada dalam kegelapan, atau bangun karena mata kena silaunya cahaya.

Di sisi lain, aktivitas manusia di dunia pastinya tidak pernah bisa dilepaskan dari upayanya untuk melepaskan diri dari belenggu materi. Melepaskan diri dari kekurangan dan kemiskinan menjadi orang berkecukupan atau berlimpah materi, adalah hakekat dasar aktivitas manusia. Tetapi setinggi-tingginya manusia beraktivitas untuk meraih itu semua, hakekat dasar hidup manusia tetaplah membutuhkan cinta, kasih sayang dan persahabatan. Materi menjadi nirmakna bila tidak diiringi ketiga hal terakhir tadi.

Kedua hal diatas, digambarkan dengan baik dalam film musikal The Greatest Showman ini. Sebuah film yang mengadaptasi tokoh Phineas Taylor Barnum (PT Barnum), salah satu pendiri pertunjukan sirkus terbesar di Amerika yang melegenda pada abad 18, Barnum  & Bailey Circus.

Barnum (Hugh Jackman) sendiri mempunyai masa kecil suram. Ayahnya seorang penjahit berasal dari kalangan bawah. Ketika ayahnya yang menjadi tumpuan hidupnya meninggal, hidup Barnum bertambah sulit. Dia harus mencuri makanan di pasar untuk menyambung hidupnya. Hubungannya dengan Charity (Michelle William) perempuan yang dia cintai pun mendapat rintangan yang cukup serius. Ayah Charity tidak mau anaknya menikah dengan Barnum yang miskin dan berasal dari kalangan bawah.

Kehidupan Barnum, mempunyai titik terang ketika dia mempunyai ide meminjam uang di Bank untuk membuat sebuah meseum yang berisi hal-hal unik. Tetapi ide ini tidak berjalan mulus pada awalnya. Sedikit orang yang mau berkunjung ke meseum yang dia dirikan. Ide cemerlang muncul dari kedua anak perempuannya. Keduanya menyarankan Barnum untuk mengisi meseum dengan sesuatu yang unik tetapi nyata. Dari sinilah Barnum teringat kembali masa kecilnya, ketika ada orang yang berparas aneh memberinya makan ketika dia lapar.

Berdasar pada ide anaknya itu, Barnum pun mengumpulkan orang-orang unik tapi memang ada di lingkungannya. Mulai dari perempuan yang bersuara bagus tetapi berjenggot seperti layaknya lelaki, lelaki yang sekujur tubuhnya dipenuhi tato sampai dengan laki-laki berumur 22 tahun tapi berbadan pendek layaknya anak-anak. Semua orang-orang tersebut dikumpulkan dan menjadi bagian show menghibur yang dikepalai Barnum.

Dalam mewujudkan ini, pastinya Barnum menghadapi masalah yang cukup pelik. Karena orang-orang unik itu adalah orang-orang yang berbeda dengan lingkungannya, mereka bukan hanya orang-orang yang ditolak keberadaannya oleh orang tua dan keluarganya tetapi juga oleh lingkungan sekitar. Karenanya meski dengan orang-orang unik itu Barnum bisa memberikan hiburan yang menyenangkan penonton, tetapi mereka tetap saja tidak bisa diterima di tengah masyarakat. Bahkan ada sekelompok orang yang secara konstan mengejek pertunjukan Barnum dan ingin mengusir orang-orang Barnum.

Tetapi masalah utama Barnum sepertinya bukan itu. Problem utama Barnum adalah ketika dia berhadapan dengan dirinya sendiri ketika kesuksesan mulai dia raih. Mertuanya yang dia tolak tetapi sudah mengakui dan mau menemui Barnum, dia tolak mentah-mentah di depan umum sehingga membuat istrinya yang setia ikut sakit hati.

Hal lainnya adalah ketika Barnum terpesona oleh Jenny Lind (Rebecca Ferguson), seorang penyanyi soprano dari Swedia. Barnum melihat bakat dan pesona dalam diri Lind dan ingin mengkapitalisasinya dengan merangkai sebuah tour show di Amerika. Karena tekad ini Barnum pastinya tidak hanya mesti meninggalkan keluarganya, tetapi juga sirkus yang sudah dia bangun dan menjadi titik awal kejayaannya. Istri Barnum yang setiap sudah mengingatkan bila Barnum tidak perlu melakukan itu karena pada dasarnya Barnum sudah memiliki semuanya. Seperti keluarga dan anak-anak yang mencintainya. Tetapi Barnum ngotot dan tetap ingin melakukan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun