Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"The Shape of Water", Kreativitas Tanpa Batas

20 April 2018   08:51 Diperbarui: 20 April 2018   09:13 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://www.denofgeek.com

Mungkin diantara kemampuan manusia yang tidak bisa dihalang-halangi dan dibatasi adalah dimensi imaginasi atau kreativitasnya. Bila manusia sudah mulai berimaginasi dan berkreasi, sepertinya semua akan keluar menembus batas-batas yang selama ini ada. Bila normativitas atau moralitas dianggap menjadi tembok penghalanga, tidak sedikit yang melanggar batas tembok itu. Meskipun begitu, bagi orang yang berpegang teguh pada normativitas sekalipun, bila sisi kreativitas dirinya muncul, dia tidak akan melanggar tetapi akan mensiasatinya dengan lebih cerdas.

Dalam dunia otomotif misalnya. Mungkin dulu kita hanya mengenal mobil penumpang pada tiga kategori, bus, mini bus, jeep dan sedan. Bus untuk penumpang banyak, mini bus kendaraan untuk penumpang sedikit sekitar 8 orang, jeep dan sedan untuk penumpang yang lebih sedikit lagi. Hanya sekitar untuk empat orang.

Bila Jeep di design sebagai kendaraan untuk rute terjal pegunungan dengan mengurangi dimensi kenyamanannya, maka sedan di design sebagai kendaraan nyaman tetapi terbatas untuk daerah perkotaan yang kontur jalannya mulus dan rata. Tetapi kemudian kreativitas manusia bergerak mengubah itu semua. Diciptakanlah jenis baru bernama SUV, Sport Unitility Vehicle, sebagai penggabungan antara sedan dan jeep. Kendaraan yang bisa dipakai untuk rute terjal seperti Jeep, tetapi bisa memiliki kenyamana seperti sedan.

Begitu juga dengan kendaraan mini bus. Kendaraan ini bukan hanya ditujukan supaya bisa menampung keluarga, tetapi difungsikan sebagai kendaraan multi fungsi. Jadilah mini bus bertransformasi sebagai MPV atau Multi Purposive Vehicle. Kendaraan yang menampung orang banyak yang tidak hanya diperuntukan bagi kebutuhan keluarga, tetapi juga segala kebutuhan. Setelah itu orang berkreasi lagi. SUV yang hanya memuat 5 penumpang, konsepnya digabung supaya bisa seperti MPV yang bisa menampung orang banyak. Maka jadilah SUV 7 seaters yang mempunyai kapasitas menampung penumpang sebagaimana MPV.

Begitulah kira-kira film The Shape of Water. Sebuah film yang seolah hasil dari kreativitas manusia yang tanpa batas. Menerobos semua sekat baik dari segi cerita ataupun mungkin definisi banyak orang tentang film.

Bila film ini disebut sebagai film romantis, maka dia seperti pengembangan dari kisah-kisah romantis dari film-film sebelumnya. Kita sudah melihat film yang menggambarkan kisah romantis antara lelaki dan perempuan dengan berbagai varian perbedaan mulai dari wajah, status ekonomi, dan kasta. Atau film kisah romantis antara manusia dengan binatang, manusia dengan alien, maka ini adalah kisah romantis antara manusia dengan makhluk dari air yang berpostur seperti manusia.

Bila film ini dilihat sebagai sebuah refleksi dan kritik sosial, maka banyak hal yang coba dimasukan oleh Guilermo del Toro sang sutradara dalam film ini. Bila Jordan Peele dalam film horor Get Out nya memasukan unsur diskriminasi rasial terhadap warga kulit hitam menjadi perhatiannya, maka Guillermo tidak hanya melihat pada masalah diskriminasi rasial saja, tetapi juga diskriminasi terhadap para gay dan para disabilitas.

Bila diskriminasi terhadap disabilitas bisa direpresentasikan pada pemeran utamanya Ellisa Esposito (Sally Hawkins) yang bisu sejak kecil, maka diskriminasi gender direpresentasikan pada diri Giles (Richard Jenkins) yang gay. Keduanya digambarkan seperti orang yang terasingkan dari sekitarnya. Ellisa si perempuan bisu yang tidak punya teman selain Giles, dan Giles seorang seniman Gay yang hidupnya hanya diperhatikan Ellisa.

Untuk menggambarkan terhadap diskriminasi warna kulit, Del Toro tidak hanya menunukan ketika warga kulit hitam diusir dan menjadi motivasi Giles untuk membantu Ellisa, tetapi juga menghadirkan sosok Zelda Fuller (Octavia Spencer). Perempuan perempuan kulit hitam yang tidak hanya bekerja sebagai cleaning servicedan direndahkan atasannya, tetapi juga sebagai istri yang harus menghadapi suami di rumah yang tidak berdaya.

Figur Octavia Spencer dalam film ini pasti akan mengingatkan kita dalam perannya dalam film The Help. Ketika Spencer berparan sebagai sebagai pembantu rumah tangga berkulit hitam, yang berjuang membebaskan diskrimnasi rasial dari para perempuan feodal berkulit putih.

Banyak pihak menilai, selain karena unsur sinematografi, jalan cerita dan segala tetek bengek lainnya dalam dunia perfilman, maka hal kritik sosial inilah yang menjadi pertimbangan The Shape of Water menjadi peraih Oscar 2018. Mengalahkan kreasi Christoper Nolan dengan Dunkirknya yang membuat kita tidak beranjak menonton, atau dan juga The Post nya Steven Spielberg yang menghadirkan Tom Hank.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun