Ditengah situasi ekonomi dunia yang sedang mengalami perlambatan serta situasi perang dagang yang terus berulang, kini negara-negara terpaksa untuk merancang ulang strategi ekspor mereka. Bagi negara dengan ekonomi yang sedang berkembang seperti Indonesia, tantangan ini bersifat ganda. Indonesia harus bisa menjaga daya saing produknya di pasar internasional sekaligus membangun reputasi sebagai mitra dagang yang stabil. Di tengah arus perubahan tersebut diplomasi kini tidak hanya menuntut di ruang tertutup.  Melainkan harus mengambil suatu bentuk, sebagai panggung, etalase, serta narasi yang dirancang untuk menarik perhatian dunia. Dari sinilah lahir kebutuhan akan sebuah etalase yang tidak hanya memamerkan produk, tetapi juga mengirimkan pesan politik-ekonomi kepada dunia.
 Dalam konteks inilah, pameran perdagangan berskala internasional menjadi relevan. Ia berfungsi bukan hanya sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, tetapi juga sebagai alat diplomasi dagang yang efektif. Melalui format ini, negara dapat menampilkan potensi industrinya, membangun jejaring, dan mengirimkan pesan strategis kepada dunia. Di Indonesia, salah satu ajang yang telah berkembang menjadi etalase sekaligus instrumen diplomasi ekonomi adalah Trade Expor Indonesia (TEI) yang pada 2025 diproyeksikan akan memainkan peran penting dalam mengokohkan posisi Indonesia di pasar global.
 Konsep ini menempatkan perdagangan bukan sekadar sebagai aktivitas ekonomi, tetapi sebagai instrumen strategis untuk memperluas pengaruh, memperkuat posisi tawar, dan mencapai tujuan politik tertentu di tingkat internasional. Dalam praktiknya, diplomasi dagang memadukan agenda komersial dengan tujuan diplomatik, sehingga promosi produk, negosiasi perdagangan, dan pembentukan jejaring bisnis menjadi bagian dari strategi geopolitik yang lebih luas.
 Secara konseptual, penting untuk membedakan antara trade promotion dan trade diplomacy. Trade promotion berfokus pada kegiatan pemasaran dan peningkatan penjualan produk di luar negeri, seperti pameran dagang, misi dagang, atau promosi merek nasional. Sementara itu, trade diplomacy bersifat lebih strategis, mencakup perundingan perdagangan, pembentukan aliansi ekonomi, dan penetapan aturan main dalam perdagangan internasional yang menguntungkan negara. Dengan kata lain, trade promotion adalah instrumen operasional, sedangkan trade diplomacy adalah strategi besar yang mengarahkan penggunaan instrumen-instrumen tersebut.
 TEI menempati posisi unik dalam kerangka ini. Selain menjadi arena business-to-business untuk mempertemukan penjual dan pembeli, pameran dagang juga berfungsi sebagai venue diplomasi informal. Melalui interaksi langsung, negara dapat membangun jejaring (networking), mengatur agenda (agenda-setting) untuk isu-isu strategis, serta mengirimkan sinyal kebijakan (policy signaling) kepada mitra dagang maupun pesaing. Fungsi ini menjadikan pameran dagang sebagai ruang hibrid antara promosi ekonomi dan diplomasi politik, di mana kekuatan narasi, citra, dan posisi tawar negara diuji sekaligus dipertontonkan.
 Hal ini membuat TEI dapat menjadi Arena Power Projection di ranah ekonomi. Sebagai pameran dagang terbesar di Indonesia, TEI menyediakan ruang bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk mengartikulasikan kekuatan ekonomi nasional, membangun persepsi positif di mata mitra dagang, serta memperkuat posisi bargain Indonesia di forum internasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI