Tahun 2013 saya dan kawan-kawan wartawan liputan Kemenag Jabar mengadakan Tour d Passntren. Sekitar 40 pondok pesantren dan madrasah sempat kami kunjungi.
Kesan pertama yang kami dapatkan adalah kehangatan dan ketulusan warga pondok dan madrasah. Dalam waktu singkat, kami bercengkrama ngobrol asyik dengan para santri dan siswa madrasah, kiyai dan guru guru.
Umumnya kiyai adalah sosok yang alim dan bijak bestari. Bertutur kata lembut tapi tertata rapi. Tulus dan rendah hati. Someah hade ka semah. Menyenangkan hati orang itu sepertinya sebuah keniscayaan.
Satu peristiwa yang membuat kami tersanjung terjadi di Pondok Mansyaul Huda Majalengka. Pemimpin Pondok itu seorang Doktor.Namanya Dr. Satkosi. Biasa dipanggil Mama Oci.
Kami menginap semalam di sana dan ngobrol sampai larut malam.
Tiba-tiba mama Oci berkata "Wartawan juga kiyai".
"Wah kok bisa ?"
"Kan sama sama amal Maruf nahi munkar. Ada wartawan yang baik dan kurang baik. Â Tidak ada jaminan semua kiyai masuk surga. Itu mah hak prerogratif gusti Allah" katanya.
Saya pikir itu bagian dari kesantunan pak kiyai menyenangkan hati orang. Mungkin saja sekedar basa-basi. Tapi tak urung membuat hati tersanjung.
Di Sukabumi pak Kiyai rela hati markirin mobil kami layaknya tukang parkir ketika kami pamit pulang. Subhanallah, bukan main menyenangkan.
Secara umum pondok pesantren itu berada di pedesaan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Kondisi fisiknya memprihatikan. Kobong tua, reyot dan sempit. Dihuni santri berdesakan. Sebuah kamar yang layaknya untuk  3 orang dijejali 10 orang. Pasokan air terbatas, listrik byarpet dan lain-lain yang serba memprihatinkan.