Seringkali saya menemukan pendapat bahwa dalam menikmati bentuk-bentuk hiburan, patokan pentingnya adalah kualitas. Tidak hanya soal musik dan film, sepak bola pun begitu.
Makanya, saya tidak heran kalau menemukan selentingan pendapat tentang keengganan penggemar sepak bola menonton pertandingan di Liga 1, karena permainannya dianggap tidak sebagus Premier League, Serie-A, dan sekelasnya.
Bahkan, hal itu juga berlaku untuk kompetisi di Eropa lainnya, seperti Ligue 1 dan Eredivisie. Bundesliga saja kadang dianggap tidak sebagus Premier League.
Namanya pendapat atau anggapan, siapa bisa mengontrol dan mengubahnya?
Sebenarnya, ada yang bisa mengubahnya, yaitu diri sendiri. Saya pun begitu.
Pernah juga saya menganggap Serie-A tidak sebagus Premier League. Begitu juga La Liga.
Sebenarnya, parameternya ada. Salah satunya seperti ketika menonton laga antara FC Barcelona--beberapa musim lalu--dengan klub Spanyol lain yang bisa digolongkan semenjana, saya melihat semangat tempur klub semenjana itu seperti tidak sebanding dengan kualitas permainan kolektif Barcelona.
Imbasnya, Barcelona bisa menang sesuai prediksi abal-abal yang kemudian hari membuat saya berpikir dengan enteng bahwa La Liga adalah liganya Barcelona atau Real Madrid. Tidak asing kan dengan anggapan begini?
Namun, seiring berjalannya waktu, saya berupaya mengubah mindset itu. Menariknya, salah satu pendorongnya bukan karena sesuatu yang berasal dari sepak bola, melainkan aktivitas saya ketika menonton bentuk hiburan lain. Seperti film dan teater.
Kalau ditarik sedikit mundur lagi, dalam menikmati musik pun begitu. Ternyata, saya sebenarnya masih tergolong orang yang bisa menerima segala bentuk hiburan meskipun batas-batas tertentu masih berselentingan di kepala saya.